Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Halangi Kemandirian Petani

Kompas.com - 16/09/2008, 08:58 WIB

Oleh Haryo Damardono dan Hermas E Prabowo

Perjumpaan dengan You Churl H, penemu kertas dari rumput laut, Mei 2007, mengesankan. Tak disengaja, speedboat kami berpapasan You di perairan Nusa Lembongan, Bali. Lebih mengesankan lagi, You bukan ahli biologi, tetapi pengusaha perangkat lunak yang didukung pengusaha dan pemerintahnya. Bagaimana di Indonesia?

Keberhasilan You menemukan kertas dari rumput laut tidak lepas dari dukungan pemerintah, akademisi, dan pengusaha Korea. Kisah penemuannya berawal dari tumpahan agar-agar di lantai dapur kediamannya, lima tahun silam. ”Saya menyadari agar-agar itu mirip bubur kertas. Jadi, mengapa tidak dibuat kertas? Lebih baik, daripada menebangi hutan untuk kertas,” ujar You.

Dia membaca literatur dan menghubungi beberapa balai penelitian. Di laboratorium Universitas National Chungnam, You merealisasikan mimpi membuat bubur rumput laut. Keberhasilannya didukung saran dari pakar biologi di universitas tersebut soal karakteristik rumput laut.

Selanjutnya, You menyewa pabrik selama beberapa hari untuk mencoba memproduksi kertas dari rumput laut. Ternyata, dia mampu menghasilkan berlembar-lembar kertas. Akhirnya, You memegang paten atas pemrosesan rumput laut merah (Gelidium amansii dan Pterocladia lucida) jadi kertas, dari Korea Selatan dan AS. Dia kini menunggu paten serupa dari 45 negara, termasuk Indonesia.

Di pengujung 2007, You dan seorang bos dari Samsung mengundang Kompas makan malam. Samsung, salah satu raksasa bisnis dari Korea, siap mendukung You, pria tambun berpendidikan sastra ini. You berniat mendirikan pabrik kertas di Indonesia karena bahan baku rumput laut melimpah.

Beberapa tahun mendatang, You akan menjadi ”bintang” di kawasan ini. Pria dari kawasan subtropis itu akan menjadi ”juragan” di Indonesia dengan modal kekayaan alam negeri ini. Itu terjadi karena kita lalai memahami alam Indonesia.

Belajar dari pengalaman You, timbul pertanyaan, adakah dukungan serupa dari pemerintah bagi petani-pemulia penemu varietas padi baru? Bukankah petani-pemulia merupakan inovator, yang dibutuhkan negeri ini?

Semangat petani

Beda Korea, beda Indonesia. Menyadari miskinnya kekayaan alam, menjadikan orang Korea mendewakan inovasi. Di Indonesia, inovasi belum mendapat tempat yang selayaknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com