Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monique Kocke, Lewat Kaus "Parental" Raup Puluhan Juta Rupiah

Kompas.com - 20/04/2009, 08:46 WIB

KOMPAS.com — Ibu satu anak berusia 30 tahun ini mendirikan Parental Advisory Baby Clothing, sebuah distro baju anak. Desainnya tak biasa. Misalnya, t-shirt bertuliskan: Kill Sinetron-Kids Against Television, Where’s My Fuckin’ Milk, atau gambar gajah dan tulisan: It’s an elephant not a penis. Menyeramkan? Ya. Tapi, Monique punya misi lain di balik desain yang ia gagas.

Kapan bikin Parental Advisory Baby Clothing (PABC)?
Sekitar akhir 2006. Ide awalnya sih karena saya enggak menemukan distro anak yang sesuai selera. Tahun-tahun itu di Bandung banyak distro buka, tapi 90 persen cuma menjual produk untuk remaja dan dewasa, enggak ada produk buat anak. Saya juga enggak begitu tertarik dengan baju anak yang kebanyakan ada.
Nah, kebetulan waktu itu saya baru saja melahirkan. Akhirnya terpikir membuat baju anak. Itu pun tadinya cuma buat anak sendiri atau buat anak teman-teman.

Punya latar belakang desain?
Enggak. Saya lulusan Sastra Inggris Universitas Padjadjaran, Bandung. Jadi, saya masuk bisnis pakaian ini ya ibaratnya terjun bebas saja. Selain karena soal selera, saya juga melihat ada peluang di situ. Ya sudah, jalan deh.

Kenapa memilih nama PABC?
Karena dari awal, idenya ingin membuat baju anak yang agak nyeleneh. Selain itu, ada misi yang ingin saya sampaikan. Kalau melihat desain atau kata-katanya, baju-baju PABC kata orang terlalu kasar untuk anak-anak. Padahal, justru sebetulnya saya ingin supaya orangtua yang membeli baju buat anaknya bisa menjelaskan maksudnya ke anak. Anak dapat bimbingan (parental advisory). Jadi, bukan hanya bikin tanpa ada makna apa-apa di balik desain. Rata-rata, desain atau kata-kata PABC ada sejarahnya.

Misalnya?
Contohnya t-shirt bertuliskan Kill Sinetron; Kids Against Television. Itu karena menurut saya, anak sekarang enggak bisa hidup tanpa televisi. Sementara acara buat anak-anak di televisi kita sekarang ini kayaknya enggak ada edukasinya, enggak ada yang pas. Baru sekarang ada "Si Bolang" atau "Laptop Si Unyil"  lumayanlah. Sebelum-sebelumnya kan sinetron melulu. Hampir di semua stasiun televisi ada sinetron, dari pagi sampai malam. Jadi, kapan jam-jam anak bisa nonton?
Celakanya kalau orang tua juga suka sinetron. Supaya anaknya diam, anak diajak nongkrong di depan televisi, nonton sinetron. Yang ada anak mengikuti adegan di sinetron. Orang marah-marah, memaki-maki enggak jelas. Itu kan membunuh karakter anak.

Contoh lain?
Ada t-shirt tulisannya Where’s My Fuckin’ Milk? Lumayan laku. Penjualannya bagus terus meski sudah beberapa produksi ulang (repeat). Misi tulisan di desain itu adalah supaya ibu-ibu muda mau memberi ASI eksklusif minimal 6 bulan ke anaknya. Syukur-syukur 2 tahun. Soalnya ada kecenderungan, orang sekarang lebih mementingkan pekerjaan ketimbang hak anak. Nah, minum ASI itu hak anak. Ada kekhawatiran yang enggak perlu, seperti, “Aduh kalau saya nyusuin, bentuk badan jadi berubah”, “Saya enggak punya waktu nyusuin karena harus kerja,” dan sebagainya yang buat saya sangat tidak masuk akal.

Anda sendiri memberi ASI ke putri Anda?
Saya termasuk yang kurang beruntung enggak bisa memberi ASI eksklusif ke anak saya, Magia Calluella Chaszta Az-Zurra (2,8). Waktu itu habis melahirkan, saya harus menjalani operasi, masuk ICU 2 hari. Jadi, enggak bisa langsung kasih ASI. Setelah operasi, ASI jadi terhambat. Saya sudah coba bermacam cara, tapi enggak bisa keluar juga. Saya menyesal sekali. Bukan mau irit, tapi karena itu hak anak. Kalau saya bisa membayar, berapa pun saya akan bayar supaya saya bisa kasih ASI eksklusif ke anak saya. Tapi mungkin saya memang tidak beruntung, ya. Jadi, tolong kalau bisa memberi ASI esklusif, kasihlah anak ASI eksklusif. Kalau bisa yang alami, kenapa harus kasih susu pabrikan?

Efektif enggak pesan-pesan itu disampaikan lewat desain t-shirt?
Cukup efektif karena desain sangat berbicara. Desain Kill Sinetron tadi misalnya, ternyata banyak orang tua yang memang enggak setuju dengan acara-acara yang ada di televisi.

Orang yang enggak mengerti bisa-bisa berkomentar, “Kok kalimatnya seperti itu?”
Makanya ada product knowledge. Jadi kalau ada konsumen, kami jelaskan satu-satu maksud kalimatnya apa. Pernah ada yang berkomentar, “Gila, ini apa-apaan sih maksudnya? Ya saya sih mencoba berpikir positif saja, menerima itu sebagai masukan. Tapi, rata-rata konsumen yang beli di sini adalah pelanggan tetap yang sudah enggak kaget lagi. Ada sih satu-dua orang yang bilang, “Oh, ternyata ada desain begini buat anak?” Ya kami jelaskan saja. Jadi, kami enggak sekadar jual tanpa makna atau misi.

Pendekatan ke pelanggan personal sekali, ya
Betul. Kami ajak pembeli ngobrol dan memberi pengertian. Tapi sejauh ini enggak ada yang komplain sampai ngotot yang gimana gitu. Kami malah banyak melakukan kerjasama, misalnya jadi sponsor acara anak-anak. Jadi, enggak cuma sekadar jualan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com