Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adi, Pedagang Kaki Lima yang Jadi Juragan Tas

Kompas.com - 07/05/2009, 13:30 WIB

KOMPAS.com — Sudah banyak cerita pedagang kaki lima yang kemudian menjadi pengusaha sukses. Salah satunya adalah Muhammad Adi, pemilik CV Intascus Sport, produsen tas yang cukup besar.

Bisa dibilang, Adi merintis usahanya ini benar-benar dari bawah. Pria tamatan sebuah SMA di Surabaya ini sudah kenyang makan asam garam sebagai pekerja rendahan.

Mulanya, selulus SMA pada 1981, Adi mencoba mengadu nasib merantau ke Sulawesi dengan menjadi buruh di sebuah toko agen barang pecah belah. Adi terpaksa merantau karena harus membantu membiayai sekolah adik-adiknya.

Namun, ia tidak lama bekerja di toko itu. Adi pun kemudian meloncat ke Kalimantan untuk bekerja sebagai buruh kasar di PT Newmont. Namun, lagi-lagi, Adi tak betah dan memutuskan pulang ke Surabaya.

Ternyata pulang ke rumah malah membuatnya gelisah, apalagi kalau melihat adik-adiknya yang membutuhkan bantuannya. Karena itu, pada 1982, Adi nekat ke Jakarta. Di ibu kota negara ini, Adi tinggal di kawasan Senayan berkat kebaikan sesama perantau asal Jawa Timur dan Jawa Tengah. “Mereka bekerja sebagai pelayan dan  buruh,” ujar pria kelahiran Surabaya, 12 April 1962 ini.

Untuk menyambung hidup, Adi bekerja serabutan. Pagi hingga siang hari ia menjadi penjual tas keliling dari kantor ke kantor. Malam harinya Adi menjadi juru parkir di Senayan.

Meski penghasilannya kecil, dengan sekuat tenaga Adi berusaha menyisihkan penghasilannya untuk modal berbisnis. “Modal pertama saya hanya Rp 50.000,” kenang Adi.

Dengan uang segitu, Adi kulakan tas di Pasar Pagi untuk dijual kembali. Beruntung, dagangannya selalu habis terjual. “Hasil jualan saya putar lagi,” kata bapak tiga anak ini.

Sayang, jiwa muda Adi yang masih bergelora membuatnya tergoda untuk berfoya-foya. Namun, setelah menikah pada 1985, Adi mulai berpikir serius menjadi pengusaha tas sendiri. Ketika itu, modalnya pun pas-pasan. “Saya terpaksa menjual perhiasan istri untuk modal awal,” kata Adi. Lagi-lagi dengan uang Rp 50.000 Adi memulai usahanya.

Lantaran tak punya mesin jahit, Adi terpaksa meminjam milik temannya. Sedikit keahlian menjahit ia manfaatkan sebaik-baiknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com