Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tol Trans Jawa Ancam Kelestarian Hutan

Kompas.com - 01/09/2009, 15:47 WIB

Madiun, Kompas - Desain jalan tol di wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan Ngawi dan Saradan yang membelah kawasan hutan berpotensi mengganggu rencana pengaturan kelestarian hutan. Terbelahnya hutan juga membuat hutan rawan pencurian kayu dan okupansi.

Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi, luas hutan yang akan digunakan jalan tol sesuai dengan desain jalan tol dari Departemen Pekerjaan Umum adalah 32,98 hektar dari total luas hutan 45.912 hektar, sedangkan di KPH Saradan seluas 79 hektar dari luas total 38.000 hektar.

Saat ini kawasan hutan di KPH Ngawi dan KPH Saradan terbelah tiga jalur, yaitu jalur kereta api, jalur saluran udara tegangan tinggi (SUTT), dan jalan raya Surabaya-Solo. Jika jalan tol dibangun, kawasan hutan akan semakin terpecah-pecah.

Bisa buyar

Kepala Humas KPH Saradan Yusuf Zen Arifin pada Senin (31/8) mengemukakan, kawasan hutan ini berpotensi mengganggu rencana pengaturan kelestarian hutan. Rencana ini berisi rencana penanaman tanaman baru, penyemaian, dan areal penebangan pohon di suatu kawasan hutan.

Administratur KPH Ngawi Budi Setiyono menambahkan, rencana itu dibuat untuk pengembangan kawasan hutan di masing-masing KPH selama 10 tahun. Di KPH Ngawi, perencanaan ini dibuat tahun 2008 untuk pengaturan kelestarian hutan sampai tahun 2018. "Rencana pelestarian hutan yang telah dibuat ini bisa buyar jika jalan tol dibangun," ujarnya.

Apalagi, kata dia, di KPH Ngawi akan ada petak hutan yang luasnya hanya 1,44 hektar dan 3,8 hektar di Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Sambirejo jika jalan tol dibangun. Padahal, idealnya satu petak hutan terdiri dari 40 hektar hutan. Sementara untuk dimasukkan ke kategori anak petak hutan pun tidak mungkin karena minimal harus terdiri dari 4 hektar hutan. "Areal hutan yang kecil itu akan menjadi areal hutan yang tidak layak dikelola," ujar Budi.

Jika Departemen Pekerjaan Umum memaksakan desain jalan tolnya, kedua areal ini terpaksa diubah menjadi lapangan dengan tujuan istimewa (LDTI), yang salah satunya bisa digunakan untuk tempat peristirahatan.

Selain berpotensi mengganggu rencana pelestarian hutan, Yusuf mengatakan bahwa kelestarian hutan juga akan terancam. Semakin terbelahnya kawasan hutan akan mempersulit KPH mengawasi hutannya dari kemungkinan pencurian kayu dan okupansi liar oleh warga.

Atas dasar itu, KPH Ngawi dan KPH Saradan mengusulkan agar desain jalan tol diubah. Kedua KPH ini meminta agar jalan tol dibuat di samping jalur SUTT. Dengan usul kedua KPH ini, areal hutan yang digunakan untuk jalan tol lebih sedikit, begitu pula biaya yang dikeluarkan.

Jika mengikuti usul KPH Ngawi dan KPH Saradan, areal hutan yang digunakan untuk jalan tol hanya 56 hektar atau jauh lebih sedikit dari desain jalan tol Departemen Pekerjaan Umum yang menghabiskan 111 hektar hutan.

Dari usul kedua KPH itu, jalan tol tidak perlu dibuat di atas sungai. Sementara berdasarkan desain jalan tol Departemen Pekerjaan Umum, jembatan tol harus dibuat di atas dua sungai. (APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Ditutup Naik 63 Poin, Rupiah Menguat di Bawah Level 16.200

IHSG Ditutup Naik 63 Poin, Rupiah Menguat di Bawah Level 16.200

Whats New
Jam Operasional Pegadaian Senin-Kamis, Jumat, dan Sabtu Terbaru

Jam Operasional Pegadaian Senin-Kamis, Jumat, dan Sabtu Terbaru

Whats New
Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Whats New
Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Whats New
Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Whats New
Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Whats New
Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Whats New
Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Earn Smart
Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Earn Smart
Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang jika Mau Maju

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang jika Mau Maju

Whats New
United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

Whats New
Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Whats New
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Earn Smart
Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com