Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPN, Pelayanan Publik Terburuk

Kompas.com - 16/10/2009, 15:05 WIB

SURABAYA, KOMPAS - Di antara seluruh instansi pelayanan publik di Jawa Timur, Badan Pertanahan Nasional dinilai sebagai instansi pelayanan publik terburuk. Di sana, masyarakat yang mengurus administrasi pertanahan harus melalui birokrasi yang panjang. Hal itu dikemukakan Gubernur Jatim Soekarwo, Kamis (15/10) di Surabaya. Anggota Komisi Pelayanan Publik Jatim, Wahyu Kuncoro, juga mengatakan hal serupa.

"Saya geregetan, selama ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) paling banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat. BPN menduduki urutan pertama instansi pelayanan publik terburuk, disusul layanan pembuatan KTP dan layanan penyediaan air minum," ucapnya.

Menurut Soekarwo, secara umum mekanisme layanan BPN bukan fungsional, tetapi struktural. Masyarakat harus mengurus administrasi pertanahan dari kepala seksi satu ke kepala seksi lain.

"Jika layanan pengurusan tanah berdasarkan fungsional, masyarakat tinggal mengurus surat tanah mereka di bagian pendaftaran, pendataan, atau pembayaran. Sistem ini pun masih tergolong kuno. Sistem yang baru harus ada banyak pilihan loket sehingga masyarakat bisa bayar melalui bank atau lewat kantor pos," kata Soekarwo.

Untuk meningkatkan pelayanan publik di BPN, Soekarwo berencana mengumpulkan seluruh jajaran BPN di Jatim pada tahun 2010. Tujuannya, menggalang gerakan untuk mempermudah pelayanan publik. Pelayanan dasar

Menurut Wahyu Kuncoro, keluhan masyarakat terkait pelayanan publik rata-rata didominasi masalah pertanahan, disusul administrasi kependudukan, layanan kepolisian, serta penyediaan listrik PLN.

"Pelayanan-pelayanan tersebut merupakan pelayanan dasar. Karena itu, kami menyerukan perlunya sikap transparan pada publik. Di BPN Kota Surabaya sudah mulai dilakukan dengan publikasi biaya layanan melalui monitor dan anjungan perkembangan sertifikat yang diurus," kata Wahyu.

Lambannya pelayanan publik di BPN, menurut Wahyu, disebabkan pengurusan administrasi pertanahan yang harus melibatkan BPN dengan instansi-instansi lain, seperti kelurahan dan kecamatan. Hambatan lain adalah munculnya konflik pemilikan tanah serta munculnya pungutan liar.

"Sesuai pengaduan yang diterima Komisi Pelayanan Publik, pungutan liar juga kadang terjadi. Adapun pengurusan administrasi pertanahan yang berlarut-larut biasanya disebabkan persoalan sengketa kepemilikan lahan," ujarnya.

Komisi Pelayanan Publik mengimbau BPN agar mau menjemput bola dalam memberikan layanan administrasi pertanahan. Menurut Wahyu, diharapkan BPN memiliki kader-kader informal yang memahami riwayat kepemilikan tanah sehingga pengurusan tak berlarut-larut.

"Persoalan tanah sangat sensitif sehingga dibutuhkan figur tertentu, seperti tokoh masyarakat setempat. Selain itu, agar lebih transparan BPN harus terbuka pada kritik masyarakat. Ini dapat dilakukan dengan membuka layanan pengaduan SMS atau pusat pengaduan melalui telepon," tutur Wahyu. (ABK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com