Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tumbuhkan Wirausaha Budidaya

Kompas.com - 08/01/2010, 05:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai produksi perikanan budidaya masih tertinggal dibandingkan dengan perikanan tangkap. Untuk itu, pemerintah berencana mendorong tumbuhnya wirausaha perikanan budidaya melalui peluncuran paket budidaya skala kecil dan menengah.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhamad memaparkan hal itu dalam acara ”Refleksi 2009 dan Proyeksi 2010 Pembangunan Kelautan dan Perikanan”, Kamis (7/1) di Jakarta.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan 2009 menyebutkan, produksi perikanan 10,06 juta ton dan 47,49 persen di antaranya dari budidaya. ”Ada kecenderungan volume produksi perikanan budidaya melampaui perikanan tangkap,” ujar dia.

Laju pertumbuhan produksi perikanan nasional 2005-2009 mencapai 10,2 persen per tahun. Adapun pertumbuhan budidaya 21,93 persen per tahun, sementara pertumbuhan perikanan tangkap hanya 2,95 persen. Sementara nilai produksi perikanan meningkat 15,61 persen dari Rp 57,62 triliun tahun 2005 menjadi Rp 102,78 triliun tahun 2009.

Meski demikian, nilai produksi perikanan budidaya tertinggal dibandingkan perikanan tangkap. Itu disebabkan yang dibudidayakan kebanyakan ikan yang nilai ekonominya relatif rendah daripada ikan hasil tangkapan.

Untuk menggenjot produksi perikanan budidaya, pemerintah mengembangkan kewirausahaan dan meningkatkan kapasitas skala usaha. Ini dilakukan melalui peluncuran paket budidaya skala kecil dan menengah, yakni Rp 5 juta-Rp 10 juta per paket, yang difokuskan pada wirausaha berpendidikan sarjana.

Pemerintah juga menargetkan tahun ini penghapusan retribusi bagi nelayan kecil tuntas. Namun, sejumlah pemda menolaknya. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengusulkan ke Kementerian Keuangan untuk menambah dana alokasi khusus akibat penghapusan retribusi.

Direktur Lembaga Kajian Bisnis dan Kebijakan Perikanan Ady Surya menyatakan, penghapusan retribusi seharusnya diikuti pemberantasan pungutan liar di sektor kelautan dan perikanan.

Nilai retribusi, seperti angkutan, lelang ikan, dan pungli, mencapai 20-30 persen dari total biaya produksi. Beban itu dikenakan ke konsumen sehingga harga produk perikanan Indonesia relatif lebih mahal dibandingkan produk negara lain, seperti China dan Thailand. (PPG/EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com