JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam lima tahun terakhir ini rasio pendapatan berbanding biaya sektor hulu minyak dan gas bumi mencapai 4 banding 1. Artinya, setiap 1 dollar AS yang dibayarkan sebagai biaya operasi yang ditagihkan ke negara atau cost recovery menghasilkan penerimaan 4 dollar AS, di mana sedikitnya 67 persen di antaranya menjadi penghasilan pemerintah.
Hal ini dikemukakan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas R Priyono dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (18/2/2010), di Gedung DPR RI, Jakarta. Acara itu juga dihadiri ol eh Menteri Keuangan Sri Mulyani serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh.
Peningkatan cost recovery ternyata menghasilkan penerimaan negara yang jauh lebih besar. Sekitar dari 50 persen dari total pengeluaran untuk pengadaan barang dan jasa dibelanjakan di dalam negeri. "Jadi, kegiatan di sektor hulu migas juga mendorong pertumbuhan industri nasional pendukung sektor migas," ujarnya.
Namun diakui, ada sekitar 17 item dalam daftar negatif pelaksanaan cost recovery yang berpotensi menimbulkan kerugian pemerintah. Salah satunya, kontraktor kontrak kerja sama membebankan seluruh biaya berkaitan dengan pegawai kontraktor itu dalam biaya operasi termasuk di antaranya pajak penghasilan pribadi, rugi penjualan rumah dan mobil ekspatriat.
Pemberian insentif berupa bonus atau rencana insentif jangka panjang serta insentif lain yang sejenis dibebankan kontraktor sebagai biaya operasi dan diklasifikasikan sebagai pengeluaran personal. Selain itu kontraktor mempekerjakan tenaga ekspatriat melalui pihak ketiga karena jabatan ekspatriat terbatas dalam struktural kontraktor, tanpa persetujuan BP Migas padahal pembebanan biaya pekerja asing tidak dapat dibebankan sebagai biaya operasi.
Beberapa item lain adalah, biaya konsultan hukum, konsultan pajak, biaya pemasaran, biaya kehumasan, dan transaksi lain yang merugikan pemerintah. "Kami menindaklanjutinya dengan menyempurnakan pedoman tata kerja, peningkatan pengawasan operasi, serta peningkatan mekanisme audit," kata dia menegaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.