Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transaksi di Indonesia Harus Rupiah!

Kompas.com - 08/06/2010, 10:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah sempat dua kali tertunda, DPR dan pemerintah akhirnya mulai membahas RUU tentang Mata Uang. Pada rapat perdana, Senin (7/6/2010), Komisi Keuangan (XI) DPR selaku penyusun dan inisiator memaparkan secara garis besar calon beleid itu.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Mohamad Sohibul Iman menyatakan, RUU Mata Uang terdiri dari 12 bab dan 45 pasal. Calon produk hukum ini merupakan amanat UUD 1945. Pasal 23B UUD 45 menyebutkan, harga dan macam mata uang harus ditetapkan dalam UU tersendiri, bukan menjadi bagian dari sistem perundang-undangan yang lain.

Saat ini, pengelolaan uang dan mata uang diatur Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (BI). Meski akan diatur tersendiri, DPR menjamin, sejumlah kewenangan pengelolaan mata uang tetap berada di tangan bank sentral. Misalnya, hak untuk mencetak, mendistribusikan, mengawasi peredaran, menarik, memusnahkan uang, hingga penentuan jenis transaksi yang boleh memakai mata uang negara lain.

RUU Mata Uang memuat sejumlah poin penting. Contoh, pencetakan uang. Pada Pasal 14 ditegaskan bahwa BI harus mencetak uang di dalam negeri dan menggunakan jasa badan usaha milik negara (BUMN). Jika aturan main ini disetujui, maka BI tentu tidak bisa lagi mengorder pencetakan uang ke perusahaan asing seperti sebelumnya.

Pada 1999, contohnya, BI mencetak uang berbahan polimer pecahan Rp 100.000 ke Securency International and Note Printing Australia, anak usaha Bank Sentral Australia (RBA). BI juga menyerahkan pencetakan uang pecahan Rp 50.000 bergambar Presiden RI kedua, Soeharto, ke De La Rue, Singapura.

RUU Mata Uang juga mengatur kewajiban penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran atau transaksi keuangan di wilayah Indonesia. Namun, aturan ini memberikan pengecualian, yakni BI dapat menetapkan penggunaan mata uang selain rupiah untuk jenis transaksi tertentu atau di wilayah tertentu.

Kewajiban penggunaan rupiah sekarang ini diatur dalam UU BI. Di beleid ini, bank sentral sebenarnya juga mewajibkan seluruh transaksi memakai mata uang Garuda. Namun, BI memberikan pengecualian. Untuk keperluan tertentu atau memenuhi kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis, rupiah boleh tidak dipakai.

RUU Mata Uang juga mengatur soal sanksi. Ambil contoh, setiap orang yang tidak menggunakan uang rupiah dalam transaksi ataupun menolak menerima rupiah sebagai alat bayar dapat dipidana dengan ancaman kurungan maksimal satu tahun dan denda Rp 200 juta.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo belum bisa berkomentar banyak atas RUU Mata Uang. "Kami akan mempelajari dahulu dan memberikan jawaban pekan depan," ujar Agus. (Irma Yani, Nurul Kolbi/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com