Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INVESTASI

Calon Investor dari AS Bingung

Kompas.com - 08/07/2010, 07:52 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com - Investasi perusahaan Amerika Serikat di Indonesia tidak berkembang. Ini terjadi karena pengetahuan publik AS terhadap Indonesia sangat minim. Selain itu, para calon investor dari AS juga bingung mengurus perizinan investasi karena pelayanannya belum satu atap.

”Bisa dibayangkan, penduduk di Negara Bagian Idaho, Oklahoma, atau Nebraska sama sekali tidak tahu Indonesia,” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan di New York, AS, Rabu (7/7/2010), di depan 22 akademisi, pemimpin, dan ekonom dari berbagai perusahaan terkemuka di AS.

Menjawab pertanyaan Wakil Pemimpin Citi’s Global Banking Jeffrey R Shafer tentang apa yang bisa dilakukan pelaku usaha AS untuk membantu Indonesia meningkatkan daya tarik investasinya, Gita menegaskan, itu menjadi tantangan bagi Indonesia.

Indonesia sebenarnya sudah memiliki daya tarik. Setidaknya, ini tampak dari beberapa perusahaan produsen sepatu internasional yang berniat memindahkan basis manufakturnya dari Vietnam ke Indonesia.

Indonesia, lanjut Gita, tidak seperti negara lain yang tengah berusaha mencari jalan keluar dari krisis ekonomi dan keuangan global pada 2008. Indonesia justru punya modal yang mencukupi dalam mendorong perekonomiannya.

”Kami sangat melindungi stabilitas fiskal dengan menjaga defisit APBN tetap di bawah 2 persen pada 2011. Begitu juga rasio utang terhadap PDB yang terus menurun dari sekitar 70 persen menjadi 27 persen pada 2010. Ada banyak sinyal positif yang seharusnya menjadi daya tarik,” katanya.

Menurut Jeffrey R Shafer, langkah yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia adalah melindungi reputasi yang sudah membaik di berbagai sektor. Pemerintah juga harus memastikan semua risiko usaha yang bisa muncul termitigasi. ”Pastikan semua itu dilakukan,” katanya.

Sementara pemimpin perusahaan AS lainnya mempertanyakan kepastian hukum di sektor pertambangan. Daniel R Mintz, Direktur Pelaksana Olympus Capital, dan M Caglar Somek, Deputi Manajer Portfolio dari The Caravel Fund (International) Limited, mempertanyakan posisi daya saing Indonesia dibandingkan negara lain di Asia Tenggara sebagai tempat investasi.

Saat ini, menarik minat investor sangat dibutuhkan guna menutup kebutuhan Rp 1.000 triliun untuk proyek infrastruktur lima tahun ke depan.

Untuk pendanaan infrastruktur 2010-2014, dibutuhkan Rp 1.500 triliun. Melalui APBN, pemerintah hanya mampu menyediakan Rp 500 triliun atau Rp 100 triliun per tahun. ”Ini jumlah yang besar. Namun, bukan mustahil untuk dicari,” ujar Gita.

Proyek infrastruktur tidak mustahil dilakukan jika mekanisme pembangunannya menggunakan skema kerja sama proyek pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP).

”Semua proyek ada dalam PPP Book (buku daftar proyek infrastruktur yang dikerjasamakan antara pemerintah dan swasta) yang disusun Bappenas. Nilai proyek di PPP Book sekitar Rp 400 triliun. Namun, kini masih nol,” kata Gita.

Untuk menutup kebutuhan itu, BKPM telah menawarkan semua proyek dalam PPP Book kepada investor dari China, Jepang, Taiwan, Timur Tengah, dan AS. (OIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com