Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INVESTASI

Indonesia Kurang Berikan Insentif Fiskal

Kompas.com - 08/07/2010, 14:42 WIB

WASHINGTON, KOMPAS.com - Indonesia dinilai belum memberikan insentif fiskal yang maksimal untuk ditawarkan kepada calon investor asing. Seluruh insentif fiskal yang ada saat ini jauh lebih sumir dibandingkan insentif fiskal yang diberikan pemerintah semasa awal Orde Baru, pada saat Rezim Soeharto memberikan Tax Holiday, atau keringanan pajak kepada pelaku usaha yang menanamkan modal di Indonesia dalam jangka panjang pada sektor tertentu.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Gita Wirjawan mengungkapkan hal tersebut di Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (8/7/2010). Menurut Gita, beda antara insentif fiskal pada tahun 1960-an dengan insentif fiskal yang ada saat ini adalah adanya sikap proaktif dari semua anggota kabinet. Padahal jika insentif itu dilakukan dan ada sikap proaktif dari para menteri yang terkait dengan upaya menarik investasi asing lebih banyak, maka Indonesia tidak akan menemukan kesulitan untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk menutup kebutuhan investasi antara 2010 hingga 2014 sebesar Rp 2.000 triliun.

"Karena untuk insentif nonfiskal, kami sudah sangat lengkap. Seperti pelayanan terpadu satu atap, lalu penyisiran kebijakan-kebijakan dan layanan bagi investor yang membingungkan. Semua insentif nonfiskal itu sudah sudah ada, kecuali insentif fiskal," tuturnya.

Saat ini, pemerintah memiliki fiskal space atau dana berlebih yang belum memiliki pengalokasiannya dalam APBN. Oleh karena itu, insentif fiskal dapat diberikan secara lebih lengkap dengan menggunakan fiskal space tersebut.

Kementerian Keuangan tidak perlu mengkhawatirkan kemungkinan tekana n fiskal yang diakibatkan oleh pemberian insentif tambahan tersebut. Sebab, jika insentif fiskal itu ditambahkan, tidak semua sektor yang akan mendapatkannya.

Gita menegaskan, hanya ada tiga jenis investasi yang layak memperoleh tambahan insentif fskal. Pertama, investasi yang dilakukan pada sub sektor usaha yang menghasilkan lapangan kerja baru. Kedua, investasi yang dilakuka n pada wilayah-wilayah tertentu, yakni investasi di luar pulau Jawa. Ketiga, investasi yang dilakukan pada industri pionir.

Industri pionir ini misalnya gasifikasi batubara, bahan bakar nabati, industri yang ramah lingkungan, dan panas bumi. "Harus ada peningkatan nilai tambah, yakni adanya integrasi rantai nilai, yakni industri yang semakin ke hilir. Hanya hilirisasi yang dapat memberikan kemungkinan bertambahnya lapangan kerja baru," ujar Gita.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com