JAKARTA, KOMPAS.com - Tak perlu diragukan lagi, perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang positif secara makro seiring dengan pemulihan ekonomi global. Ekonomi makro sudah sampai pada level memadai. Tapi secara mikro, pengamat Indef Ahmad Erani Yustika mengatakan kondisinya memprihatinkan sehingga perlu ditangani pemerintah lebih serius.
"Membaiknya ekonomi makro tidak mencerminkan situasi di tingkat mikro," tuturnya dalam Paparan Kajian Tengah Tahun Indef 2010 di Hotel Atlet Century, Kamis (29/7/2010). Erani mengatakan struktur PDB dari permintaan di Indonesia masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga dan belum berasal dari investasi, sementara dari sisi penawaran, tampak indikasi perlambatan pada kontribusi sektor riil terhadap PDB, terutama pada sektor industri.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi masih terpusat di Jawa dan Sumatra sehingga ketimpangan masih sangat terasa. Begitu pula investasi. Di tingkat makro, nilai tukar rupiah membaik. Begitu pula nilai ekspor impor. Tapi di sektor moneter, Erani melihat adanya ancaman instabilitas moneter dan perbankan karena fenomena perbankan low risk-high return. Investasi tak tumbuh karena rendahnya kredit yang mau dikucurkan oleh perbankan.
"Ini anomali dengan high risk-high return. Mereka tegakkan prudent regulation tapi dalam hal profit, pengembalian dana dari bebragai instrumen mereka ingin dapatkan besar. Buntutnya sektor riil diperoleh dari hal itu. Perbankan sangat memanjakan kepentingan pemilik dan pengurusnya, bukan kredit," ungkapnya.
Menurut Indef, instrumen fiskal dan makro harus bisa memacu ke arah yang diinginkan, misalnya untuk pembangunan infrastruktur. Sementara otoritas moneter juga harus bisa mendorong perbankan untuk mengucurkan kredit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.