Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang Beras Coba Kekuatan Bulog

Kompas.com - 31/08/2010, 08:31 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Harga pembelian pemerintah beras saat ini Rp 4.500 per kilogram. Padahal, harga beras premium rata-rata pada Agustus 2010 sudah mencapai Rp 6.662 per kg. Ironisnya, harga beras yang tinggi ini terjadi saat pemerintah menjamin produksi dan stok aman. Bulog bahkan saat ini memiliki stok 1,4 juta ton.

Menteri Pertanian Suswono, pekan lalu di Jakarta, mengakui, harga beras saat ini tinggi sekalipun pasokan dan stok ke Pasar Induk Beras Cipinang di Jakarta melimpah. Produksi beras pada Juni 2010 saja mencapai 2.864.544 ton, sementara konsumsi hanya 2.584.167 ton.

”Kalau normal, stok beras 2.000 ton per hari, sekarang bisa lebih dari 3.000 ton per hari, bahkan pernah sampai 4.000 ton per hari. Tampaknya pasar sedang mencoba kekuatan Bulog,” ujar Suswono soal pasokan beras ke Pasar Cipinang.

Suswono mengatakan, harga beras yang tinggi di pasar saat ini disebabkan stok yang dipegang Bulog terlalu rendah dibandingkan dengan stok beras yang dimiliki pedagang. Ini disebabkan Bulog tidak segera membeli beras petani pada Februari lalu ketika harga gabah di bawah harga pembelian pemerintah.

Suswono berpendapat, Bulog seharusnya diberi keleluasaan untuk dapat membeli gabah juga ketika harganya di atas harga pembelian pemerintah hingga batas tertentu. Menurut Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso, Bulog saat ini memiliki beras lebih dari stok 1,4 juta ton, mencukupi persediaan sampai hampir enam bulan.

Kenaikan harga beras premium, menurut Guru Besar Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, merupakan momen uji terhadap limit (testing the limit), hingga terbentuk keseimbangan harga yang baru. Beras premium merupakan beras yang paling banyak dikonsumsi masyarakat kelas menengah.

”Dari naik Rp 200, kemudian Rp 500, ternyata limitnya dilewati terus. Tetapi, saya pikir kalau sampai naik Rp 1.000 per kg, ini sudah harus dilakukan tindakan kuratif. Diidentifikasi ada masalah apa, jangan serahkan terus kepada pasar,” lanjutnya.

Dia menjelaskan, apabila limit tercapai, harga akan stabil, tetapi bertahan di level tinggi. Namun, setelah Lebaran, harganya biasanya akan turun lagi. Jika tidak terjadi penurunan harga, perlu campur tangan pemerintah.

”Kalau naiknya sampai Rp 1.500, apalagi sampai Rp 2.000 per kg, konsumen tidak akan mampu lagi. Masyarakat kelas menengah yang stoknya 1-2 minggu yang akan terpukul. Kalau kelas bawah, kan ada raskin,” tutur Bustanul.

Para pedagang, lanjutnya, saat ini berlomba untuk mengamankan stoknya sendiri. Strategi yang dilakukan adalah dengan mengeblok pemasok dari daerah. Hal ini akan dilakukan hingga Lebaran. ”Akibatnya, yang terjadi cenderung oligopsoni (pasar dikuasai beberapa pedagang). Memang betul ada kompetisi di pasar, tetapi kompetisinya tidak sempurna. Akibatnya, supplier yang biasanya memasok ke Batam, misalnya, kini tak mampu lagi dan Batam dibanjiri beras selundupan,” katanya.

Gangguan produksi

Bustanul menjelaskan, kenaikan harga beras di pasar induk di daerah-daerah lain, seperti Surabaya, tidak seekstrem yang terjadi di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com