Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

China, Ketakutan Baru Sekaligus Harapan

Kompas.com - 01/10/2010, 07:55 WIB
Rene L Pattiradjawane

KOMPAS.com - China akan menjadi eksportir terbesar dan menduduki posisi nomor satu di segala sektor kehidupan, mulai dari internet, perdagangan, keuangan, dan sebagainya, menggeser Amerika Serikat. Sebagai kekuatan ekonomi kedua dunia dengan cadangan devisa masif, China adalah ketakutan baru sekaligus harapan dalam konteks globalisasi.

Di luar urusan ekonomi, perdagangan, dan keuangan, China sudah mulai menunjukkan sebagai kekuatan politik penting karena berbagai alasan. Di antaranya termasuk ukuran populasi dan geografis, klaim teritorial di Laut China Selatan, hubungan militer dengan AS, dan sebagainya.

Pada usianya yang ke-61 tahun tanggal 1 Oktober ini, negara asas sosialisme berkarakteristik China dengan sistem totaliter satu partai, menjadikan negara Asia terbesar ini sebagai pemain politik luar negeri signifikan di berbagai belahan dunia (termasuk posisinya sebagai anggota tetap DK PBB).

Selama hampir tiga dekade pertumbuhannya, banyak pengamat dan politisi melihat sistem totaliter yang dianutnya menjadi benih menyuburkan kehancurannya sendiri. Reformasi dan modernisasi selama hampir 32 tahun sejak dicanangkan, banyak persoalan bermunculan yang diproyeksikan sebagai harga yang harus dibayar.

Konflik kota-desa, persoalan korupsi, sistem perbankan yang tidak kompatibel dengan sistem keuangan dunia, desakan dan pertikaian perdagangan, masalah lingkungan akibat pertumbuhan ekonomi masif di seluruh daratan China, serta ketergantungan sistem perdagangan dan keuangan dengan AS adalah faktor-faktor penghambat yang dikhawatirkan banyak pihak.

Banyak skenario digelar melihat ketahanan China menjalankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama dua dekade terakhir ini. Dengan cadangan devisa hampir 2,5 triliun dollar AS, dan jadi incaran sejumlah negara untuk melakukan apresiasi mata uang yang dituduh tak adil memberikan subsidi ekspornya, China memiliki segalanya melakukan perlawanan termasuk menerapkan beggar thy neighbour policy, terutama di bidang perdagangan. Demokrasi vertikal

Mungkin John Naisbitt dan istrinya, Doris, benar, ada perubahan drastis dan fundamental dalam 30 tahun reformasi China. Dalam buku terbaru mereka, China’s Megatrends: The 8 Pillars of a New Society (Harper Collins, 2010), Naisbitt menyebutkan perubahan China tak hanya fundamental, tetapi membangun sebuah model ekonomi dan masyarakat baru.

Menurut dia, China menjalankan apa yang disebutnya demokrasi vertikal, mengubah berbagai peraturan perdagangan dunia dan menjadi tantangan demokrasi Barat sebagai satu-satunya bentuk pemerintahan politik yang diakui globalisasi.

Banyak skenario dikembangkan melihat arah perkembangan dan kemajuan yang ingin dicapai RRC. Masih banyak yang percaya, sistem sentralisasi politik yang dikuasai Partai Komunis China akan rontok dan beralih secara perlahan menuju model demokrasi yang bisa diakui seperti pada sistem politik negara-negara Barat.

Desakan yang paling terasa untuk bisa memaksa China sekarang ini setidaknya mengakui dan mengikuti norma dan nuansa global yang dianut sejumlah negara adalah memaksa negara dengan penduduk sekitar 1,5 miliar orang ini untuk membuka pintu bagi perusahaan asing beroperasi di daratan China memiliki kesetaraan dengan perusahaan lokal dan memaksa diberlakukannya undang-undang kekayaan hak intelektual.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com