Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Ajukan Pengelolaan Hutan

Kompas.com - 09/01/2011, 15:03 WIB

JAMBI, KOMPAS.com — Menteri Kehutanan mencabut izin hutan tanaman industri di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas bagi PT Hapadi Trisena Utama. Kawasan tersebut kini diajukan pengelolaannya oleh masyarakat Desa Hajran, Kecamatan Bathin XXIV, Kabupaten Batanghari .

Dalam surat keputusannya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mencabut Izin Percobaan Penaman (IPP) PT Hapadi seluas 10.000 hektar dengan alasan perusahaan HTI yang mengantongi izin sejak 1990 itu tidak memperlihatkan kemajuan pembangunan tanaman, sesuai dengan izin yang dikantonginya. Semua kegiatan PT Hapadi Trisena Utama harus dihentikan, demikian petikan surat Menhut yang dikeluarkan 3 Desember lalu. PT Hapadi sejak awal beroperasi membuka sekitar 100 hektar lahan, dan menanaminya dengan sengon, tetapi perusahaan ini segera berhenti beraktivitas.

Kawasan hutan produksi tersebut sekarang dalam kondisi ktitis dan tak produktif. Koordinator Unit Desa Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Ade Chandra, mengatakan, Sabtu (8/1), hutan negara bisa dikelola masyarakat dalam skema hutan desa untuk penanaman karet. Hutan desa merupakan pengelolaan kawasan hutan yang dilakukan masyarakat dan dimanfaatkan untuk kemakmuran masyarakat desa. Masyarakat Hajran telah mengajukan pengelolaan hutan desa seluas 86 hektar sejak dua tahun terakhir, tetapi Menhut belum memberi izin.

"Sejak aturan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan dan pemanfaatan hutan keluar, peluang masyarakat untuk mengelola hutan negara terbuka lebar," ujarnya.

Namun, kata Ade Chandra, pengajuan oleh masyarakat kerap terkatung-katung. Areal yang diajukan tumpang-tindih dengan izin HTI. Karena alasan tersebut, hingga kini usulan hutan desa tak kunjung berlanjut.

Menurut Ade, masyarakat sangat berharap pengembangan hutan desa yang diperkaya dengan aneka tananam kehutanan dan perkebunan akan memberi sumber pemasukan dan digunakan untuk pembangunan desa. Masyarakat dapat merasakan manfaat hutan yang ada di sekitar mereka.

Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Batanghari Suhabli mengatakan, setelah izin PT Hapadi dicabut, pihaknya langsung mengajukan kembali kepada Kemenhut agar usulan hutan desa segera diproses mengingat proses pengusulan sudah dua tahun.

Menurut Suhabli, izin hutan desa akan akan memberikan bukti kepada masyarakat, mereka bisa mengelola kawasan hutan secara legal. Dengan adanya hutan desa ini, masyarakat bisa menanam karet. Karet sudah diakui Kementerian Kehutanan sebagai tanaman hutan yang bisa ditanam di areal hutan desa. Desa bisa mendapat keuntungan dan meningkatkan pendapatan. Di sisi lain, kawasan yang ditanami karet dan tanaman kehutanan lainnya merupakan bentuk rehabilitasi lahan  

Menhut telah menargetkan realisasi pengelolaan hutan berbasis kemasyarakatan hingga 2015 mencapai 10 juta hektar. Itu meliputi 2,5 juta hektar hutan desa, 5,4 juta hektar hutan tanaman rakyat, dan 2,1 juta hektar hutan kemasyarakatan. Namun, realisasi pemberian izin baru 25.415 hektar atau tidak sampai 1 persen dari target. Itu terdiri atas 15.306 hektar hutan tanaman rakyat dan 7.753 hektar hutan kemasyarakatan. Perizinan untuk hutan desa bahkan baru pada luas 2.356 hektar.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com