Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Tukang Parkir Jadi Juragan Mebel

Kompas.com - 14/02/2011, 12:22 WIB

KOMPAS.com — Dalyono (30) bikin terenyak peserta diskusi terbatas kewiraswastaan di Balai Soedjatmoko, Solo, Jawa Tengah, akhir tahun 2010. Ia berangkat menjadi wiraswasta dari serba nol: nol modal, nol koneksi, dan nol keterampilan. Tiga tahun setelah jatuh-bangun, usahanya, mebel batik Mataram Furniture, pun berkembang.

"Saya berasal dari keluarga miskin di Desa Kalimundu, Gadingharjo, Bantul, DI Yogyakarta. Ayah saya petani, yutun, tak berpendidikan, tak punya sawah, hanya mengandalkan suruhan orang. Saya tahu mengapa orangtua saya miskin. Mohon maaf karena bodoh."

Kondisi itu menguatkan tekad anak sulung dari dua bersaudara ini. ”Saya harus belajar, tak boleh lelah belajar.” Namun, belajar tanpa biaya? ”Ah, itu omong kosong.”

Jadilah anak pasangan Ngadiman-Boniyem ini sejak SMP belajar dan mencari penghasilan dengan berjualan apa saja. Ketika melanjutkan sekolah di SMA 17 Bantul, ia juga berjualan ayam. Ia bekerja sambil belajar sebab waktu belajar lebih sedikit dari jam kerjanya.

Awalnya, Dalyono tak tahu itulah inti kewirausahaan, kiat dan keterampilan yang kemudian dibicarakan orang terpelajar belakangan ini. ”Tidak mungkin saya menjadi mahasiswa, biaya tak ada. Begitu lulus SMA, saya ke Jakarta. Saya pikir, jadi orang sukses harus ke Jakarta,” kata pria yang ke Jakarta berbekal beras 25 kilogram dan sedikit uang. Ia berjualan ayam di Ibu Kota.

Uangnya habis dalam seminggu. Tak ada tumpangan, ia tidur di kolong jembatan di kawasan Penjaringan. Untuk makan sehari-hari, ia menjadi tukang parkir. Ia hidup terlunta-lunta di Jakarta sekitar tujuh bulan.

Dalyono sempat sakit, tetapi ia menolak kembali ke Yogyakarta. Alasannya, malu karena belum bisa mengirim uang ke kampung. Ia memang tak dibawa ke Bantul, tetapi dimasukkan ke Panti Sosial Bina Remaja di Sleman. Hampir setahun di panti, ia lalu dipekerjakan di bagian menggambar Summer Gallery, perusahaan furnitur.

Berpindah-pindah

Oleh sang bos, Dalyono dianggap tak bisa menggambar. Dia lalu pindah bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan lain selama kurun lima tahun.

Meski berpindah-pindah tempat kerja, ia tetap bekerja di perusahaan yang lingkup usahanya furnitur. ”Di berbagai perusahaan itu saya dilatih disiplin, minat belajar pun tumbuh lagi,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com