Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Izin 196 PPTKIS Terancam Dicabut

Kompas.com - 21/02/2011, 06:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -  Sedikitnya 196 perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta atau PPTKIS terancam kehilangan izin akibat tak mampu memenuhi ketentuan pemerintah. Adapun sejumlah PPTKIS yang masuk kategori sedang dalam audit kinerja oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi diminta merger dengan perusahaan lain.

Demikian disampaikan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (20/2). Kemennakertrans hampir selesai mengaudit 561 PPTKIS.

"PPTKIS yang sehat ada 65 persen. Yang buruk akan dilikuidasi, yang masuk kategori sedang diharapkan bergabung dengan PPTKIS lainnya," ujar Muhaiminn yang baru kembali dari kunjungan kerja selama tiga hari ke Kabupaten Sampang dan Malang, Jawa Timur.

Menurut Muhaimin, audit yang dilakukan adalah pemeriksaan kapasitas, ketaatan terhadap peraturan, dan sistem pelatihan. Namun, sikap taat asas menjadi faktor utama yang menjadi dasar penilaian kinerja PPTKIS.

Pemerintah akan mengumumkan hasil audit tersebut akhir bulan Februari 2011. Mennakertrans menegaskan, pengumuman akan meliputi PPTKIS yang masih bisa melanjutkan operasional dan mana yang harus stop karena tak mampu melayani.

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR pada 29 November 2010, Mennakertrans mengungkapkan, dari 565 PPTKIS, baru 209 perusahaan (37,3 persen) yang berkinerja baik, Kompas (30/11/2010). Sebanyak 114 perusahaan (19,67 persen) dalam kondisi buruk dan 242 perusahaan (43 persen) berkinerja sedang.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Rusdi Basalamah mengatakan, pengusaha menghormati kewenangan pemerintah sebagai regulator yang harus diimbangi dengan perbaikan pelayanan terhadap TKI, yang dirasakan belum ada peningkatan selama ini. Apjati juga mengingatkan, Kemennakertrans harus bisa menjelaskan indikator dan pertanggungjawaban evaluasi kinerja PPTKIS.

"Secara prinsip, kalau indikator dan variabelnya jelas dan fair, kami mendukung penegakan hukum nya. Yang lebih penting lagi regulasinya diperbaiki untuk mereformasi internal kelembagaan yang selama ini tidak berbuat apa-apa untuk perbaikan perlindungan TKI," ujar Rusdi.

Secara terpisah, Anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR Rieke Diah Pitaloka mengatakan, pemerintah juga harus merevisi Peraturan Mennakertrans Nomor 14/2010 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Menurut Rieke, pemerintah tidak bisa menyerahkan pengawasan TKI di luar negeri kepada PPTKIS dan hanya menerima laporan berkala setiap enam bulan. Pemerintah semestinya berperan aktif mengawasi dan melindungi TKI di negara tujuan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah meminta pemerintah membangun sistem pengawasan yang efektif dengan indikator yang terukur. Hal ini membuat publik bisa mengetahui PPTKIS yang tidak memenuhi syarat.

"Bisa juga memberlakukan wajib registrasi tahunan sebagai mekanisme permanen. Mekanisme blacklist maupun likuidasi sudah tidak efektif karena ketika dibubarkan, (pengusaha) akan bikin yang baru," ujar Anis. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Menko Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I-2024 Tertinggi sejak 2015

Whats New
IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com