Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa PJTKI Resmi Bisa Tiga Kali Lipat

Kompas.com - 16/03/2011, 22:02 WIB

MALANG, KOMPAS.com - Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang direkrut tanpa lewat PJTKI, perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia, yang resmi beroperasi di wilayah lokal, di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, dilaporkan bisa mencapai tiga kali lipat dari jumlah tenaga kerja yang diberangkatkan oleh PJTKI sah setempat.

Ini merupakan titik awal masalah yang sering muncul jika TKI yang bersangkutan menghadapi persoalan, misalnya sengketa dengan pihak majikan.

Hal itu diungkapkan Sofyan, Ketua Asosiasi PJTKI Kabupaten Tulungagung disela-sela pertemuan Asosiasi dengan instansi relevan, di Tulungagung, Rabu (16/3/2011).

Para TKI bisa saja direkrut oleh PJTKI resmi yang berkantor pusat misalnya di Jakarta, tetapi tidak memiliki wewenang regional untuk mendapatkan TKI di Tulungagung.

"Kasus semacam ini bisa mencapai tiga kali lipat jumlahnya dibanding jumlah TKI yang direkrut PJTKI sah setempat," katanya.

Prosesnya biasanya terjadi saat seorang TKI yang sudah pernah berangkat dan hendak berangkat lagi, diiming-imingi uang misalnya Rp 1 juta, untuk mencari satu orang lagi. Misalnya dengan membawa suami, adik, atau keponakan untuk berangkat juga. Lalu kemudian diproses oleh PJTKI yang sebenarnya tidak berwenang merekrut di kawasan bersangkutan.

"Gejalanya seperti gunung es. Antara yang tampak dengan yang tidak tampak, jauh lebih besar yang tidak tampak. Keyakinan kami, setiuap bulan Tulungagung bisa mengirimkan 1.000 orang ke luar negeri. Sementara PJTKI resmi yang sah untuk bekerja, hanya 75 perusahaan, dengan jumlah pemberangkatan rata-rata 5 orang TKI sebulan masing-masing," katanya.

Artinya, setiap bulan rata-rata secara resmi hanya 375 orang yang resmi dikirim. Namun, bisa saja 1.000 orang berangkat dengan identitas dari kota-kota lain, misalnya berangkat dari Malang, Surabaya, Jember atau Jakarta.  

Kepala Urusan Bina Operasi ( Kaurbinops) Polres Tulungagung Iptu Siswanto di tempat yang sama secara terpi sah menjelaskan, perlu kerjasama semua pihak untuk bisa menertibkan hal ini. Salah satau cara penting yang dapat dilakukan adalah memperkatat terbitnya SKCK (Surat Keterangan Catatan Kelakuan).

"Setahun kami hanya bisa menjaring satu kasus pidana perdagangan orang. Meski temuan ada lebih banyak dari itu, namun sulit mendapatkan bukti mat erial yang mencukupi dan meyakinkan. Syarat penting untuk mendapatkan kasus dalam hal buruh migran adalah adanya korban," katanya.

Namun korban pun dalam kasus demikian, seringkali diam karena jika diteliti secara material korban berkonstribusi dalam perbuatan pidananya misalnya ikut memalsukan umur atau identitas.

"Korban baru berteriak jika dalam keadaan sudah rugi berat seperti tidak dibayar majikan," katanya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani:

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com