Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsumsi Premium Melebihi Kuota

Kompas.com - 21/03/2011, 13:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Realisasi konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi jenis premium dan minyak solar tahun 2011 hingga 16 Maret telah melebihi kuota yang ditetapkan pemerintah. Hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan pembengkakan volume dan besaran subsidi bahan bakar minyak tahun ini.

Demikian disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh, dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (21/3/2011) di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta.

Data Kementerian ESDM menyebutkan, sepanjang tahun 2010 realisasi konsumsi premium 23 juta kiloliter (KL) atau 7 persen di atas kuota, realisasi solar 12,8 juta KL atau 14 persen di atas kuota, dan minyak tanah 2,4 juta KL atau 37 persen di bawah kuota karena terkonversi ke elpiji. Atas dasar itu, kuota ditambah 1,8 juta KL menjadi 38,38 juta KL.

Adapun realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun 2011 per 16 Maret untuk konsumsi premium mencapai 66.937 KL per hari atau melebihi dari kuota premium tahun ini yang sebesar 63.536 KL per hari. Adapun realisasi konsumsi solar 37.780 KL per hari atau melebihi kuota yang sebesar 35.849 KL per hari.

Darwin mengatakan, apabila peningkatan pengawasan dan pengaturan BBM bersubsidi tidak dilaksakan, volume total dapat mencapai 42 juta KL. Ini berarti ada kelebihan terhadap kuota 3,5 juta KL atau setara pembengkakan besaran subsidi Rp 7 triliun.

Prognosa ini didasarkan pada tren konsumsi BBM bulanan tahun 2010, realisasi konsumsi 2011 dan asumsi APBN 2011. Pengaturan BBM bersubsidi dapat dilaksanakan dengan atau tanpa menunggu perubahan peraturan presiden (perpres).

Lonjakan konsumsi premium bersubsidi itu diduga akibat makin tingginya disparitas harga premium dan pertamax. Harga premium bersubsidi dipatok Rp 4.500 per liter. Adapun harga pertamax yang merupakan BBM nonsubsidi merambat naik hingga mencapai Rp 8.700 per liter per 15 Maret 2011 sebagai dampak kenaikan harga minyak mentah dunia.

Kenaikan harga pertamax memicu penurunan volume penjualan jenis BBM itu. Sebagian pengguna kendaraan yang memakai pertamax kemungkinan beralih ke premium bersubsidi karena harganya lebih murah. Namun, migrasi itu dinilai tidak proporsional karena besaran penurunan volume penjualan pertamax jauh lebih kecil daripada kenaikan realisasi konsumsi premium.

”Jadi ada migrasi tidak proporsional. Selain faktor inefisiensi, faktor spekulasi juga berperan,” kata Darwin menambahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com