Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bankir Kecam Aturan Remunerasi BI

Kompas.com - 30/03/2011, 10:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mendengar Bank Indonesia (BI) akan menata ulang sistem remunerasi petinggi bank, para bankir pun ramai-ramai menyimpulkan rencana bank sentral tersebut merupakan bentuk intervensi berlebihan atas industri perbankan.

Alasan mereka nyaris sama: penetapan gaji, bonus, ataupun fasilitas lain menjadi urusan pengurus bank dan pemilik atau pemegang saham.

Daniel Budirahaju, Direktur Kredit Bank Mega, berpendapat, bank sentral tak perlu mengatur remunerasi bankir karena soal ini masuk wilayah internal perusahaan. Apalagi, beberapa bank merupakan perusahaan terbuka dan besaran bonus sudah ditentukan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). ”Mekanisme jelas, kenapa BI harus intervensi?” kata Daniel kepada Kontan, Selasa (29/3/2011).

Daniel menuturkan, di bank tempatnya berkarier, besaran remunerasi berdasarkan kinerja perusahaan. Rumusnya sederhana: semakin membaik kinerja, semakin banyak bonus direksi. Cara mengukur kinerja adalah membandingkan target dengan pencapaian. Jika mampu merealisasikan target itu, bonus mengalir dengan sewajarnya.

Hal yang sama juga terjadi di OCBC NISP. Parwati Surjaudjaja, Presiden Direktur di bank hasil merger dengan OCBC Indonesia itu mengatakan, pemberian gaji dan bonus benar-benar berdasarkan kinerja. Metodenya sama dengan praktik di bank lain yang nilai asetnya tak jauh berbeda. ”Sistem remunerasi kami tidak banyak perubahan setelah dan sebelum dimiliki OCBC, in line dengan industri,” kata Parwati kepada Kontan, Selasa (29/3/2011).

Parwati sebenarnya bisa memahami keinginan BI mengatur remunerasi dengan memperhitungkan risiko kerugian di masa mendatang. Praktik serupa juga berlaku di Amerika Serikat dan Inggris sebagai pembelajaran dari krisis keuangan tahun 2008.

Namun, menurut dia, yang perlu digarisbawahi, besaran gaji dan bonus direktur bank di kedua negara tersebut sebelum krisis sudah terlampau tinggi. Jauh berbeda dengan perbankan di Indonesia. ”Jadi, ketika mereka menurunkan batasan bonus, terlihat wajar. Sementara bonus perbankan kita sudah rendah sejak awal,” kata Parwati.

SDM terbatas

Sebelum krisis, rentang antara gaji dan bonus direksi bank di AS dan Inggris bisa mencapai 80 persen dari total gaji setahun. Regulator kemudian menurunkan batas tersebut menjadi 50 persen. Artinya, bonus bankir tidak boleh melebihi persentase itu.

Sementara di Indonesia, rentang antara gaji dan bonus rata-rata sebesar 30 persen. ”Secara ide mungkin baik. Tapi belum tentu efektif karena bonus bankir kita masih rendah,” ujar Parwati lagi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com