JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pemeriksa Keungan memberikan opini terendah dalam tingkatan pemberian pendapat hasil audit mereka terhadap 18 dari 151 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Ke-18 daerah itu memperoleh opini tidak wajar, yang artinya, seluruh laporan keuangan tidak memberikan keyakinan kepada auditor BPK dalam pemeriksaannya.
Kepala BPK Hadi Purnomo di Jakarta, Selasa (5/4/2011), mengungkapkan hal tersebut saat menyampaikan Ihktisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2010 dalam Sidang Paripurna DPR.
Dalam IHPS II tersebut, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas satu entitas, yakni Kota Langsa. Adapun, opini wajar dengan pengecualian (WDP) diberikan atas 71 entitas, opini tidak wajar (TW) atas 18 entitas, dan opini tidak memberikan pendapat (TMP) atas 61 entitas dari 151 LKPD Tahun 2009 yang telah diperiksa BPK pada Semester II Tahun 2010. Sementara itu, terhadap dua LKPD Tahun 2008 BPK memberikan opini TMP.
Cakupan pemeriksaan atas 151 LKPD tersebut meliputi, neraca dengan rincian aset senilai Rp 289,70 triliun, kewajiban senilai Rp 3 triliun, dan ekuitas senilai Rp 286,7 triliun. Selain itu, ada juga Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dengan rincian pendapatan senilai Rp 112,97 triliun, belanja senilai Rp 118,45 triliun, dan pembiayaan neto senilai Rp 21,88 triliun.
Dibandingkan tahun 2007 dan opini TMP menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2008 dan 2007. Hal ini secara umum menggambarkan perbaikan kualitas laporan keuangan yang disajikan oleh pemerintah daerah walaupun perbaikan tersebut belum signifikan. Opini TMP dan TW diberikan oleh BPK sebagian besar disebabkan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) atas laporan keuangan pemerintah daerah.
Kelemahan tersebut tecermin dari belum memadainya pengendalian fisik atas aset, kelemahan manajemen kas, pencatatan transaksi yang belum akurat dan tepat waktu serta masalah disiplin anggaran. Kelemahan SPI yang sering terjadi terutama dalam pengendalian aset tetap seperti nilai aset tetap tidak dikapitalisasi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan, perbedaan pencatatan antara saldo aset tetap pada neraca dengan dokumen sumber dan penyajian aset tetap tidak didasarkan hasil inventarisasi dan penilaian.
Hal-hal tersebut berpengaruh terhadap saldo aset tetap sehingga mempengaruhi kewajaran laporan keuangan. Kelemahan SPI lainnya yang juga berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, antara lain, pengelolaan kas belum tertib, nilai persediaan yang dilaporkan tidak berdasarkan inventarisasi fisik, pencatatan penyertaan modal pemerintah dan dana bergulir tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah, realisasi belanja yang tidak sesuai dengan peruntukannya, dan peraturan-peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah belum dibuat.
Selain pengendalian intern, opini atas LKPD juga dipengaruhi oleh ketidakpatuhan entitas terhadap ketentuan perundang-undangan dalam kerangka pelaksanaan APBD dan pelaporan keuangan. Ketidakpatuhan atas ketentuan perundang-undangan ini yang dapat mempengaruhi opini LKPD adalah ketidakpatuhan yang mempunyai dampak material terhadap penyajian kewajaran laporan keuangan.
Pemeriksaan BPK terhadap LKPD Tahun 2009 menemukan 1.460 kasus kelemahan SPI dan 2.320 kasus ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp 1,43 triliun. Dari temuan ketidakpatuhan ini, temuan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan daerah yang telah ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan penyetoran ke kas daerah selama proses pemeriksaan senilai Rp 21,87 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.