Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dengan Barang Bekas Menembus Eropa

Kompas.com - 11/04/2011, 10:41 WIB

KOMPAS.com - Usaha craftnya yang kolaps, tidak lantas membuat Roni Dwi Hartoyo, si pengusaha mebel recycle dari Pasuruan, Jawa Timur, putus asa. 

"Dulunya sih saya (usaha) craft, akhirnya berkembang ke barang-barang yang seperti sekarang ini, yang bahan bakunya dari recycle," tutur Rony, pemilik usaha mebel dengan nama Sono Indah Perkasa, kepada Kompas.com, di Jakarta, Minggu ( 10/4/2011 ). 

Usaha craftnya, yang membuat kerajinan-kerajinan kecil, seperti mobil-mobilan, hingga alat makan, kolaps karena peristiwa bom Bali. Mengingat usahanya waktu itu dipasarkan ke pulau yang bersebelahan dengan Jawa Timur ini.

Dalam waktu sekitar setengah tahun, ia beralih ke usaha mebel yang memanfaatkan barang-barang bekas, seperti bekas bantalan kereta api, kapal kayu, bongkaran rumah, hingga roda pedati yang tidak lagi terpakai.

"Keuntungannya, satu, kita memanfaatkan limbah, barang-barang bekas. Yang kedua, kalau ekspor itu kita lebih mudah, karena masuk negara-negara maju itu sangat ketat menerapkan ijin masuk kayu-kayu baru, karena ada kaitannya dengan illegal logging," tuturnya, sebagai jawaban mengapa menggunakan barang atau kayu bekas.

Dengan penggunaan barang bekas, selain ramah lingkungan, Roni menuturkan, ekspor pun lebih mudah masuk. Mulai tahun 2005 hingga saat ini, usaha mebel recycle Roni telah memasuki sejumlah negara Eropa, seperti Belgia dan Bulgaria, hingga Timur Tengah. Namun, seiring dengan gejolak ekonomi di Eropa hingga gejolak politik di Timur Tengah, maka ekspor pun mulai berkurang. "Sekarang ini ekspor mulai kita kurangi. Ternyata pasar lokal lebih bagus. Karena ekspor (ke) Eropa nggak seberapa. Ekonomi di sana lagi nggak sehat," sebutnya.

Selain negara-negara jauh tersebut, Roni juga memasarkan produknya ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei. Meskipun tidak banyak, karena permintaan pasar yang menginginkan produk bagusa tapi murah. Namun demikian, ia tetap menomersatukan pasar domestik. "Pasar lokal kalau kita garap benar. Itu bagus," jelasnya, sembari menyebutkan, pasar luar Jawa, seperti Kalimantan, yang cukup potensial dengan hadirnya orang-orang kaya baru yang merupakan pengusaha sawit dan batu bara.

Kelebihan lain dari produknya, yaitu penggunaan bahan-bahan ramah lingkungan untuk proses finishing. "Kita nggak pakai bahan-bahan seperti melamin. Itu nggak sehat, beracun,"sebutnya. Ia lebih memilih menggunakan wax yang waterbase.

Mengenai omzet, Roni menyebutkan pendapatan kotor dapat mencapai Rp 300-500 juta sebulannya. Namun, sebenarnya ini bukan yang membanggakan. "Yang membanggakan, kita menyerap banyak tenaga kerja, yang nyari-nyari atau hunting (barang bekas)," tuturnya. yang dapat mencapai 50 orang, untuk mencari barang bekas hingga ke Pulau Madura. Sedangkan karyawan tetapnya hanya berjumlah 35 orang.

Terkait dengan kendala dalam usahanya, ia pun menyebutkan, kalau berusaha modal seberapapun tidak menjadi masalah. "Modal apa adanya, kemampuan kita bisa eksis merupakan kebanggaan tersendiri," jelasnya, yang menyebutkan di situlah seninya menjadi pengusaha.

Sebagai cara untuk menarik konsumen, Roni pun berkreasi dalam setiap pameran yang diikutinya dengan produk barang yang selalu berbeda 40 persen dari pameran sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com