Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Ekspor CPO Turun 22 Persen

Kompas.com - 23/04/2011, 04:15 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah menetapkan pajak ekspor minyak sawit mentah untuk bulan Mei sebesar 17,5 persen. Angka itu turun sekitar 22 persen dibandingkan pajak ekspor minyak sawit mentah bulan April, yakni 22,5 persen. Penurunan pajak mengikuti penurunan harga minyak mentah sawit.

Hal itu dikemukakan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh di Jakarta, Kamis (20/4). ”Pajak ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mengikuti harga jualnya. Kalau naik, ya ikut naik, begitu pun sebaliknya. Saat ini tren harga CPO dunia terus menurun,” katanya.

Harga referensi CPO bulan Mei sebesar 1.145,05 dollar AS per metrik ton, sementara pada bulan April tercatat 1.207,53 dollar AS per metrik ton.

Sepanjang bulan Maret, pajak ekspor CPO masih tinggi, yakni 25 persen. Diperkirakan tren penurunan harga masih akan terus berlanjut.

Saat ini pemerintah menerapkan pajak ekspor serta patokan harga ekspor CPO dan produk turunannya secara progresif. Hal tersebut mengacu pada pada harga CPO internasional di bursa komoditas yang ada di Rotterdam Belanda, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67 Tahun 2010 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.

Deddy mengatakan, pemerintah tengah mengkaji ulang kebijakan pajak ekspor CPO. Pasalnya, skema penetapan pajak secara progresif banyak dikeluhkan pengusaha minyak sawit. Beberapa poin perubahan yang diusulkan adalah penggunaan patokan harga minyak sawit mentah dalam menetapkan pajak ekspor. ”Tujuan revisi untuk memperbaiki industri hilir minyak sawit. Artinya, ada nilai tambah dari industri minyak sawit,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Asmar Arsyad mengatakan, petani berharap pemerintah segera menyelesaikan revisi pajak ekspor. Menurut dia, pajak ekspor CPO saat ini terlalu tinggi sehingga memberatkan pengusaha. Petani berharap pajak diterapkan secara flat bukan progresif. ”Kalau perlu jangan ada pajak ekspor untuk CPO,” katanya.

Menurut Asmar, penerapan pajak ekspor menjadi faktor penghambat perkembangan perkebunan kelapa sawit. Lebih lanjut ia mengatakan, kebutuhan CPO dalam negeri per tahun mencapai 5 juta ton. Padahal, produksi dalam negeri berlebih. Tidak berkembangnya industri hilir membuat serapan CPO di dalam negeri sangat rendah, sehingga petani harus mengekspornya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan, penetapan bea keluar diterapkan untuk menjamin kebutuhan dalam negeri melindungi sumber daya alam dari kerusakan lingkungan, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis di pasar internasional, dan menjaga stabilitas harga komoditas di dalam negeri. (ENY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com