Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertamax Kian Mahal

Kompas.com - 16/05/2011, 02:31 WIB

Jakarta, Kompas - PT Pertamina kembali menaikkan harga bahan bakar minyak nonsubsidi jenis pertamax, Minggu (15/5), seiring dengan perkembangan harga minyak dunia. Kenaikan harga ini dikhawatirkan kian meningkatkan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi, khususnya premium.

Untuk itu, pemerintah harus segera menetapkan kebijakan yang konkret terkait BBM.

Menurut Pertamina dalam situsnya, harga pertamax di sebagian wilayah di Indonesia naik sekitar Rp 200 per liter. Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, harga pertamax naik dari Rp 9.050 menjadi Rp 9.250 per liter.

Harga pertamax di beberapa wilayah lain juga mengalami kenaikan. Di Bali, misalnya, harga bahan bakar nonsubsidi itu naik dari Rp 9.400 menjadi Rp 9.600 per liter. Di Balikpapan, Kalimantan Timur, harga pertamax naik dari Rp 9.350 menjadi Rp 9.550 per liter, sedangkan di Manado, Sulawesi Utara, dari Rp 9.750 menjadi Rp 9.950 per liter.

Badan Pengatur Kegiatan Hilir (BPH) Migas sebelumnya menyebutkan, realisasi konsumsi bahan bakar khusus atau nonsubsidi dalam tiga bulan terakhir terus turun. Menurut Kepala BPH Migas Tubagus Haryono, pekan lalu, total realisasi konsumsi bahan bakar nonsubsidi Januari-Maret 2011 sebanyak 24,83 juta liter, turun 37,65 persen dibanding 39,83 juta liter pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Penurunan realisasi konsumsi BBM nonsubsidi itu terutama dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar itu dalam beberapa bulan terakhir ini. Akibatnya, perbedaan harga antara bahan bakar bersubsidi dan nonsubsidi semakin tinggi. Pemerintah masih menetapkan harga premium bersubsidi Rp 4.500 per liter.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi dan Pertambangan (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto, Minggu, di Jakarta, menilai, kondisi itu bermuara pada ketidakjelasan arah dan bentuk kebijakan BBM pemerintah. ”Konsumsi pertamax turun dan naiknya konsumsi premium tentu karena terkait makin naiknya harga pertamax dan besarnya disparitas harga yang ada dengan premium,” ujarnya.

Kenaikan konsumsi premium dan solar, lanjut Pri Agung, juga sangat mungkin disebabkan penyalahgunaan atau penyelundupan. ”Ini juga karena disparitas harga yang besar, baik dengan BBM di sektor industri maupun harga BBM di luar negeri. Penyebab semuanya adalah karena disparitas harga yang sangat besar,” katanya.

”Dalam masalah BBM ini, pemerintah semestinya harus konkret dan pasti kebijakannya. Tak bisa sekadar membiarkan dan menunggu, dan tak bisa juga terus-menerus memilih populis dengan terus menahan tidak menaikkan harga BBM,” ujarnya.

Dengan kondisi harga minyak tahun ini yang tinggi dan ketidaksiapan antisipasi dari pemerintah, menurut Pri Agung, pilihan rasional yang ada adalah tinggal menaikkan harga BBM bersubsidi. (EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com