Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Pertamax Transparan

Kompas.com - 19/05/2011, 03:17 WIB

Jakarta, Kompas - Manajemen PT Pertamina (Persero) menyatakan, lebih rendahnya harga bahan bakar minyak nonsubsidi merek lain dibanding pertamax merupakan strategi pesaing. Perseroan itu mengklaim menetapkan harga pertamax sesuai kondisi riil di pasaran.

Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina Djaelani Sutomo menyampaikan hal itu seusai menghadiri pembukaan Pameran dan Konvensi Industri Minyak dan Gas Bumi yang diprakarsai Asosiasi Perminyakan Indonesia, Rabu (18/5) di Jakarta.

Sebelumnya, PT Pertamina menaikkan harga pertamax akhir pekan lalu dari Rp 9.050 per liter menjadi Rp 9.250 per liter. Sementara beberapa produk bahan bakar minyak (BBM) merek lain bertahan pada harga Rp 9.050 per liter (Kompas, 18/5). Sebelumnya, PT Pertamina selalu menaikkan harga pertamax lebih dulu dibanding produk BBM nonsubsidi sejenis yang dijual di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) asing.

Menurut Djaelani, lebih rendahnya harga produk BBM merek lain dibandingkan pertamax merupakan strategi pihak SPBU asing sebagai pesaing pasar. ”Itu kan strategi mereka. Sebetulnya harganya sama. Apakah mau dinaikkan atau tidak, apa strateginya rugi, kan kita tidak tahu. Kami ini riil harganya, tidak ada satu hal yang ditutupi,” katanya.

Djaelani juga mengklaim telah mengelola bisnis hilir PT Pertamina secara efisien, terutama dalam memproduksi dan memasarkan pertamax dan produk BBM nonsubsidi lain. ”Pertamax diproduksi sendiri di kilang Pertamina, tidak ada yang melalui pedagang,” ujar Djaelani.

Produksi Kilang Balongan

Pertamax selama ini diproduksi Kilang Balongan. Pasokan minyak mentah untuk kilang itu berasal dari minyak hasil produksi dalam negeri. Selain itu, Kilang Balongan menghasilkan high octan mogas component (HOMC), zat penambah oktan, yang kemudian dikirim ke kilang-kilang lain.

Djaelani mengakui, kenaikan harga pertamax menurunkan volume penjualan BBM nonsubsidi itu, tetapi tidak drastis. Meskipun demikian, perseroan itu optimistis bahwa pertamax tetap akan bisa bertahan di pasaran karena memiliki konsumen yang mencintai produk dalam negeri.

Sejak harga pertamax terus naik, terjadi perpindahan konsumsi pertamax ke premium sehingga rata-rata terjadi kenaikan konsumsi premium yang merupakan BBM bersubsidi pada kisaran 2 persen-3 persen untuk setiap daerah. Untuk itu, perseroan tersebut berupaya menahan kenaikan konsumsi premium melalui pengetatan pengawasan distribusi. Namun, Pertamina tidak mungkin menyetop pengiriman premium jika konsumsi premium di suatu daerah melebihi kuota lantaran hal itu bisa memicu kerusuhan. Untuk itu Pertamina mengontrol distribusi BBM bersubsidi di pasaran.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo mengakui, saat ini perbedaan harga pertamax dengan BBM bersubsidi makin tinggi. Dengan harga pertamax Rp 9.250 per liter dan harga premium Rp 4.500 per liter, harga pertamax lebih dari dua kali harga BBM bersubsidi itu.

Untuk itu, pemerintah terus berkoordinasi dengan pihak terkait minimal dua minggu sekali. Karena belum ada kebijakan yang jelas mengenai pengaturan BBM bersubsidi, Kementerian ESDM hanya melaksanakan sosialisasi BBM bersubsidi untuk masyarakat tidak mampu.

(EVY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com