Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sofyan: Perda Sebabkan "High Cost Economy"

Kompas.com - 07/06/2011, 11:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pembina KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Ekonomi Daerah), Sofyan Wanandi menyebutkan Peraturan Daerah (Perda) sebagai beban yang besar bagi pengusaha di daerah.

 "Perda menimbulkan high cost economy ," sebut Sofyan dalam acara KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Ekonomi Daerah) Award 2011 , di Jakarta, Selasa ( 7/6/2011 ).

Ia menyebutkan, pengusaha daerah banyak dikenakan pungutan-pungutan liar yang memberatkan pengusaha. "Perda itu bisa memberikan tambahan 5-10 persen pada cost perusahaan," ungkapnya.

Kualitas dari peraturan daerah ini menjadi salah satu dari sembilan indikator dalam survei TKED (Tata Kelola Ekonomi Daerah), yang dilaksanakan oleh KPPOD bersama dengan The Asia Foundation.

Temuan survei kedua institusi ini bahwa lebih dari sepertiga Perda yang diterbitkan ternyata bermasalah. Namun, tindak lanjut dari Perda tersebut belum efektif.

Sejak tahun 1999 , sebagai awal desentralisasi, hingga akhir tahun lalu, ada sekitar 13.622 perda yang dikirmkan ke pemerintah pusat. Kementrian Keuangan telah mengkaji 13.252 perda, dan merekomendasikan 4.885 perda kepada Kementrian Dalam Negeri untuk membatalkannya.

Untuk itu, pemerintah pun telah berusaha mengontrol penerbitan perda yang memberatkan dunia usaha, khususnya sejak tahun 2004 . Tetapi hal ini belum sepenuhnya efektif.

Kewenangan pemda untuk menerbitkan perda telah diberlakukan melalui UU No.32 tahun 2004 , tentang Pemda yang mensyaratkan berbagai jenis perda, termasuk yang terkait pajak dan restribusi daerah untuk dikaji lebih dahulu oleh pemerintah provinsi dan pusat sebelum diterapkan.

Terakhir, UU No 28 Tahun 2009 telah diterbitkan. UU ini tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah (PDRD), untuk lebih memperketat lasi pengaturan mengenai hal ini. Di mana Pemda hanya boleh menerbitkan tentang PDRD yang termasuk dalam "daftar tertutup" yang diatur oleh UU tersebut. Sementara itu pungutan yang tadinya menjadi kewenangan pusat, disentralisasikan ke daerah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com