Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekspor Kopi Merosot

Kompas.com - 27/08/2011, 03:57 WIB

MAKASSAR, KOMPAS - Ekspor kopi arabika dan robusta Sulawesi Selatan enam bulan terakhir anjlok hingga 87 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 3.969,14 metrik ton. Hal itu disebabkan oleh cuaca ekstrem. Pergantian iklim mendadak membuat bunga kopi berguguran.

Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia Sulsel Franky Djamal, Jumat (26/8), mengatakan, volume ekspor kopi periode Januari-Juli 2011 hanya 498,37 metrik ton. Jumlah itu diprediksi tidak akan mencapai 1.000 metrik ton hingga akhir tahun, mengingat musim hujan segera tiba.

Perubahan cuaca dari kemarau ke hujan biasanya memengaruhi pola pembuahan tanaman kopi. Produksi kopi yang terus menurun menyebabkan eksportir kesulitan memenuhi pesanan konsumen. ”Banyak eksportir yang gagal memenuhi kontrak pesanan. Mereka rugi besar karena harga kopi di pasar internasional tengah naik dalam tiga bulan terakhir,” ungkap Franky. Harga kopi di pasaran ekspor yang biasanya 6 dollar AS per kilogram kini naik menjadi 8-10 dollar AS.

Daerah penghasil kopi terbesar di Sulsel adalah Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, dan Enrekang. Ketiga daerah berdataran tinggi ini menyumbangkan 80 persen dari total produksi tahun lalu sebesar 33.000 ton.

Bupati Enrekang La Tinro La Tunrung mengatakan, tanaman kopi dibudidayakan di tujuh dari 12 kecamatan di wilayahnya, meliputi Kecamatan Baraka, Alla, Masalle, Buntubatu, Baroko, Bungin, dan Malua. Produksi kopi di dataran tinggi tersebut sekitar 10.000 ton per tahun, dengan melibatkan 35.000 petani.

Menurut La Tinro, produksi kopi di Enrekang tahun ini turun dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 10.600 ton. Pada periode Januari-Juli 2011, produksi kopi di Enrekang baru mencapai 4.300 ton dari 18.000 hektar lahan.

M Idris (38), petani kopi di Kecamatan Baraka, Enrekang, mengatakan, perubahan iklim juga memicu serangan jamur pada tanaman kopi. Buah kopi jadi hampa dan mudah membusuk sehingga produktivitas anjlok sampai 25 persen selama tiga bulan terakhir. Lahan seluas dua hektar yang dikelolanya kini hanya menghasilkan 1 ton kopi. ”Kami hanya bisa gigit jari di tengah membaiknya harga kopi yang mencapai Rp 63.000 per kilogram,” katanya. Harga itu lebih tinggi 20 persen ketimbang yang ditawarkan tengkulak. Bahkan, koperasi bersedia membeli hingga Rp 70.000 per kilogram untuk kopi arabika dengan kualitas terbaik.

Secara umum, produktivitas kopi Sulsel yang memiliki varietas khas kopi toraja baru mencapai 700 kilogram per hektar untuk robusta dan 800 kilogram per hektar untuk arabika dalam lima tahun belakangan. (RIZ)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com