Jakarta, Kompas -
Di pasaran, sejumlah buah lokal sudah diterima supermarket besar. ”Manggis dan pepaya california masuk supermarket. Pepaya itu diberi nama california, padahal tanaman asli Indonesia,” kata Deputi Relevansi dan Produktivitas Iptek Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek), Teguh Raharjo, seusai mengunjungi Pusat Unggulan Buah Tropis IPB, Senin (19/9).
Ironis, Indonesia kaya berbagai jenis tanaman buah. Namun, buah impor justru membanjiri pasar domestik, sedangkan buah khas Indonesia dipasarkan secara terbatas.
Pengembangan buah tropis asli Indonesia dirintis sejak tahun 2000. Kini, hasil riset itu dikembangkan perusahaan perkebunan dan masuk ke beberapa supermarket di kota-kota besar.
Kemristek memantau pengembangan buah tropis karena menjadi salah satu dari delapan program riset yang masuk insentif Rusnas. Pengembangan seluruh program itu antara 3 dan 10 tahun.
Menurut Teguh, pengembangan buah tropis secara menyeluruh ditetapkan 10 tahun, mulai pembibitan, budidaya, pengolahan pascapanen, pengemasan, hingga pemasaran. Untuk program Rusnas buah tropis, Kemristek mengeluarkan anggaran Rp 28 miliar untuk riset hingga tahun 2010. Tahun ini, IPB riset secara mandiri.
Riset buah tropis menghasilkan publikasi di jurnal nasional dan internasional serta menghasilkan pula puluhan doktor. Produksi buah asli telah dibudidayakan dan dipasarkan secara luas ke beberapa daerah.
Melalui Rusnas, Aziz menambahkan, buah tropis pilihan, termasuk mangga dan durian, akan ditingkatkan kualitasnya sehingga menjadi andalan ekspor. Pada penelitian lima tahun hingga 2005 dikembangkan teknik pembibitan untuk memenuhi beberapa kriteria, yakni punya daya tahan penyimpanan dan transportasi, penampilan menarik, dan rasa enak.
Untuk meningkatkan kualitas buah tropis sebagai komoditas ekspor, Badan Tenaga Nuklir Nasional menerapkan teknologi iradiasi untuk pengawetan, penundaan kematangan buah, dan penciptaan bibit unggul.