Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemandirian Energi Belum Terwujud

Kompas.com - 24/09/2011, 21:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kemandirian energi nasional di Tanah Air dinilai masih belum terwujud. Hal ini ditandai dengan ketergantungan pada bahan bakar minyak dan keterbatasan akses masyarakat karena minimnya infrastruktur pendukung energi.

Demikian benang merah diskusi publik bertema "Kemandirian Energi", Sabtu (24/9/2011), di Kafe Bistro Boulevard, Menteng, Jakarta.

Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kardaya Warnika, ada beberapa faktor yang menentukan kemandirian energi.

Salah satunya adalah kemampuan menjamin ketersediaan energi dengan harga terjangkau. Faktor lainnya adalah, aksesibilitas atau infrastruktur pendukung energi misalnya terminal terapung penampung gas alam cair atau LNG. Saat ini sebagian masyarakat tidak bisa mengakses energi lantaran minimnya infrastruktur. Selain itu ketahanan energi ditentukan oleh daya beli masyarakat.

"Karena daya beli masyarakat masih rendah, maka perlu mendapatkan subsidi," kata dia menegaskan.

Pengamat energi Pri Agung Rakhmanto menyatakan, saat ini ketahanan energi baru sebatas ketersediaan sumber daya alamnya, tetapi bukan pada suplai atau pasokan energi. Akses negara terhadap sumber daya alam juga terbatas.

"Terhadap sumber daya alam kita sendiri, kita tidak bisa menguasainya. Sebagai contoh, Pertamina selaku BUMN harus bersusah payah mendapatkan blok di wilayahnya sendiri," ujarnya.

Sementara akses masyarakat terhadap energi juga terbatas. Hal ini ditandai dengan rasio elektrifikasi nasional yang belum mencapai 80 persen, bahkan di beberapa daerah masih kurang dari 70 persen. Jadi daya mampu negara rendah dan daya beli masyarakat terhadap energi masih rendah.

"Suka tidak suka, kita tergantung pada asing, mengandalkan investor, tidak mau mengeluarkan duit untuk membangun infrastruktur energi," kata dia.

"Jika memang tidak tersedia cukup uang untuk membangun infrastruktur, semestinya pemerintah pro aktif. Misalnya, jika Pertamina butuh insentif, maka maka pemerintah perlu segera memberikannya," kata dia. Selama ini anggaran pemerintah justru banyak terserap untuk subsidi energi terutama bahan bakar minyak dan listrik.

Akibatnya, sehingga pembangunan infrastruktur dan kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru migas berjalan lamban. "Tidak ada terobosan kebijakan untuk mengurangi subsidi," kata Pri Agung.

Pemerintah seharusnya mengutamakan pengurangan subsidi BBM dibandingkan listrik yang relatif tepat sasaran. Kebijakan BBM perlu segera ditetapkan, apakah menaikkan harga secara terbatas atau memilih pembatasan distribusi BBM secara tegas. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Whats New
Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Voucher Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Bakal Lanjut Menguat? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Earn Smart
Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Perkenalkan Produk Lokal, BNI Gelar Pameran UMKM di Singapura

Whats New
Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Harga Emas Dunia Terus Menguat di Tengah Ketegangan Konflik Iran dan Israel

Whats New
Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Menko Airlangga Ingin Pedagang Ritel Berdaya, Tak Kalah Saling dengan Toko Modern

Whats New
Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Allianz dan HSBC Rilis Asuransi untuk Perencanaan Warisan Nasabah Premium

Whats New
Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Saham Teknologi Tertekan, Wall Street Berakhir Mayoritas di Zona Merah

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 19 April 2024

Spend Smart
Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Bapanas Tugaskan ID Food Impor 20.000 Ton Bawang Putih Asal China

Whats New
Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Mata Uang Italia Sekarang dan Sebelum Gabung Uni Eropa

Whats New
Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com