Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengunduran Keanggotaan GAPKI dari RSPO Pilihan Tepat

Kompas.com - 08/10/2011, 20:46 WIB
Hermas Effendi Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) melihat pengunduran keanggotaan Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dari RSPO bukanlah keputusan yang tiba-tiba, tetapi sudah melalui proses diskusi dan pertemuan kurang lebih selama dua tahun yang memperjuangkan kepentingan produsen bersama dengan Malaysia di RSPO.

Menurut Ketua FP2SB Achmad Mangga Barani, Sabtu, proses tersebut tidak mendapatkan tanggapan yang positif karena keputusan diambil atas dasar voting, sementara jumlah anggota RSPO didominasi industri dan konsumen.

"Tentunya kalau kepentingan kita sebagai produsen tidak mendapatkan perhatian dan tidak memperoleh manfaat, maka keputusan pengunduran keanggotaan adalah langkah yang tepat. Apalagi bukan suatu kewajiban untuk menjadi anggota RSPO, tetapi hanya bersifat sukarela," katanya.

Pemerintah dan GAPKI serta seluruh anggotanya harus memusatkan pikiran pada upaya sosialisasi dan persiapan penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang mengatur tentang kelapa sawit berkelanjutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

ISPO telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/3/2011 tanggal 29 Maret 2011 dan secara resmi mulai berlaku pada bulan Maret 2012 serta paling lambat 31 Desember 2014 semua Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia sudah  bersertifikat ISPO karena ISPO bersifat mandatory/wajib.

Oleh karena itu, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian memfokuskan perhatian dan kegiatannya dalam penyelesaian.

Meliputi petunjuk pelaksanaan, penyiapan data kebun Kelas I, II dan III, pembentukan organisasi, pelatihan prinsip dan kriteria ISPO kepada para calon auditor, dan meyakinkan luar negeri dan Notifikasi ke WTO. Sehingga ke depan ISPO dapat menjadi acuan bagi perdagangan Kelapa Sawit Dunia pada masa yang akan datang.

"Pada komoditi kakao kita sudah mempunyai nasional indicator yang meng-concider draft standard roundtable dan standar-standar dari Rainforest Alliance, UTZ dan lain-lain yang dipakai semua pihak walaupun masih bersifat voluntary.

Indonesia sebagai negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dan kakao terbesar ke-3 di dunia sewajarnya memiliki standar komoditi berkelanjutan yang diakui dan digunakan dalam perdagangan internasional.

Untuk itu saat terbaik bagi kita untuk bersinergi dan saling menguatkan baik pemerintah, Pengusaha, pengembang, dan LSM dalam mewujudkan cita-cita yang besar tersebut. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com