Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Belum Akui Industri Kreatif

Kompas.com - 01/11/2011, 02:37 WIB

Jakarta, Kompas - Belum diakuinya industri kreatif sebagai aktivitas ekonomi produktif oleh bank menjadi kendala serius. Pengelola industri kreatif sulit menembus kredit bank sehingga pengembangan usahanya tersendat karena minimnya modal. Pemerintah diminta mengubah desain perbankan tersebut.

Hanitianto Joedo, pelaku industri animasi di Yogyakarta, kepada Kompas, Senin (31/10), mengatakan, selama ini pihaknya sulit mendapatkan kredit perbankan. ”Saya sudah coba ke beberapa bank. Semuanya menolak karena alasan animasi bukanlah ekonomi produktif sesuai desain perbankan. Akhirnya, kami tidak bisa mencetak karya. Kami hanya mengandalkan pesanan karena mendapatkan modal dari uang muka,” paparnya.

Dia mengatakan, minimnya modal membuat para animator sulit berkembang. Mereka hanya mengerjakan proyek-proyek pesanan dari sejumlah negara. Di negara pemesan, karya itu dikemas ulang tanpa menyebut siapa pembuatnya. ”Kalau kami punya modal, kasusnya akan berbeda. Kita buat karya sesuai gagasan, lalu mereka beli dengan penghargaan tinggi,” ujarnya.

Joedo berharap dengan munculnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pemerintah lebih serius dalam mengurus industri kreatif. ”Sekarang ini hampir semua kementerian ikut andil, tapi belum ada yang secara khusus intensif mendampingi kami,” tambahnya.

Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, potensi pertumbuhan industri kreatif belum dilirik oleh kalangan perbankan sehingga pembiayaan perbankan untuk sektor tersebut masih minim. ”Perbankan dihadapkan pada aturan konvensional dalam pembiayaan. Jaminan industri kreatif berbeda dengan jenis pembiayaan untuk sektor industri lainnya,” ujarnya.

Menurut Hidayat, industri kreatif lahir dari kreativitas manusia. Akan sulit bagi perbankan untuk melakukan pembiayaan tanpa terobosan aturan. ”Perbankan ketinggalan menyikapi pertumbuhan industri kreatif. Seharusnya ada satu aturan di Bank Indonesia yang khusus mengatur industri kreatif,” katanya.

Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi Ahmad Johansyah menyampaikan, pada dasarnya BI mendorong bank membiayai sektor usaha yang layak untuk dibiayai. Pengertian layak adalah prospek usahanya baik. Bank juga yakin menyalurkan kredit.

”Kalau soal industri kreatif, bank bisa mengenali lebih jauh sehingga tak sungkan memberikan kredit. Tak kenal, maka tak sayang,” kata Difi.

Meski demikian, Difi mengakui, BI tidak bisa sembarangan menempatkan sektor tertentu dalam sektor ekonomi kredit perbankan. Per Agustus 2011, bank umum mengucurkan kredit Rp 2.031 triliun. Sektor ekonomi dengan kredit terbesar adalah perdagangan, restoran, dan hotel sebesar Rp 367,296 triliun.

Direktur Strategi dan Keuangan Bank Mandiri Pahala N Mansury memaparkan, Bank Mandiri sebenarnya sudah masuk ke pembiayaan industri kreatif melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sekitar 70 persen dari pembiayaan itu untuk industri kreatif pada kelompok baju, aksesori, tas, dan perhiasan.

Sampai saat ini, belum ada pengelompokan khusus industri kreatif. ”Kalau digabungkan, mungkin ke kredit sektor jasa usaha,” katanya. (IDR/ENY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

Spend Smart
Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

Whats New
Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

Whats New
Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

Whats New
Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

Whats New
Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

Whats New
Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

Whats New
Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

Whats New
Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

Whats New
Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

Whats New
Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

Work Smart
Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

Whats New
Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

Whats New
BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com