Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bom Waktu di Atas Bandara Soekarno-Hatta

Kompas.com - 19/11/2011, 12:53 WIB

Oleh Chappy Hakim

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah sejak 16 April 2007 peringkat penerbangan Indonesia masuk dalam kategori dua. Artinya, mengacu pada standar regulasi International Civil Aviation Organization, penerbangan Indonesia tidak memenuhi syarat keselamatan terbang internasional.

Penjelasan dalam bahasa aslinya berbunyi: "... does not comply with International safety standard set by ICAO. Lacks Laws or Regulations necessary to oversee air carriers in accordance with minimum International Safety Standard, or that is civil aviation authority is deficient in one or more areas, such as technical expertise, trained personnel, record keeping or inspection procedures."

Pemerintah sebagai pemegang otoritas penerbangan nasional memang berupaya menaikkan kembali peringkat penerbangan Indonesia ke kategori satu. Salah satunya dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dalam UU ini dijelaskan, ada beberapa tindak lanjut yang harus dilakukan dalam batas waktu paling lama dua tahun. Beberapa di antaranya tentang pembentukan Mahkamah Penerbangan; meletakkan posisi Komite Nasional Keselamatan Transportasi langsung di bawah presiden; menyempurnakan lembaga sertifikasi kelaikan udara; dan membentuk lembaga atau institusi penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan.

Mungkin yang sangat urgen direalisasikan terkait dengan lembaga pelayanan navigasi penerbangan. Sebab, hal ini langsung berhubungan dengan keselamatan terbang dan pengaturan lalu lintas udara. Saat ini terdapat sedikitnya lima institusi penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan (air traffic control services/ATS), masing-masing berada di bawah Angkasa Pura 1, Angkasa Pura 2, Kementerian Perhubungan, TNI, dan Otorita Batam.

Dari pengorganisasian saja dapat disimpulkan betapa penyelenggaraan pelayanan lalu lintas udara masih jauh dari standar keselamatan yang harus dipenuhi. Perlu segera dibenahi Khusus ATS, keadaannya jauh dari memadai untuk dapat melindungi keamanan terbang jutaan penumpang yang berseliweran di udara, terutama di atas Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Belum lagi begitu banyak penerbangan yang sering tertunda keberangkatan dan kedatangannya hanya karena kondisi ATS yang kita miliki.

Para pilot senior—bahkan termasuk direktur operasi maskapai penerbangan terbesar di negeri ini—mengutarakan, kondisi ATS di Soekarno-Hatta sekarang jika tak segera dibenahi tidak hanya akan selalu menyebabkan banyak penerbangan tertunda. Lebih dari itu, sudah berpotensi memberikan peluang terjadi tabrakan di udara.

Gangguan akibat kondisi ATS ini sudah begitu kerap terjadi. Kejadian paling akhir dialami pada 10 November 2011. Penyebabnya tidak hanya karena kondisi infrastruktur penunjang ATS, tetapi juga kesiapan sumber daya manusia dan prosedur operasi standar. Peralatan vital pengatur lalu lintas udara—yang berwujud unit pelayanan sistem otomatis lalu lintas udara—di Jakarta umurnya sudah tua.

Sesuai ketentuan yang berlaku, peralatan itu sudah memasuki usia yang harus diremajakan. Unit yang berkemampuan melayani gerakan dari 500 pesawat yang tinggal landas dan mendarat dalam satu hari itu kini dipaksa melayani hampir 2.000 gerakan pesawat per hari. SDM untuk melayani penerbangan yang demikian padat seharusnya paling tidak 400 orang, sedangkan yang tersedia tak lebih dari 160 orang.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

    Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

    Whats New
    Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

    Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

    Whats New
    Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

    Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

    BrandzView
    Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

    Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

    Whats New
    Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

    Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

    Whats New
    Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

    Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

    Whats New
    Puasa Itu Berhemat atau Boros?

    Puasa Itu Berhemat atau Boros?

    Spend Smart
    Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

    Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

    Whats New
    Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

    Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

    Whats New
    Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

    Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

    Whats New
    Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

    Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

    Spend Smart
    Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

    Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

    Whats New
    Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

    Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

    Whats New
    Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

    Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

    Whats New
    Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

    Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com