Manila, Senin
”Gejolak ekonomi yang berasal dari Eropa makin membahayakan perdagangan dan keuangan di kawasan Asia Timur, khususnya di negara berkembang. Karena itu, para pembuat kebijakan di kawasan harus bertindak cepat, tegas, dan bersama-sama dalam menghadapi potensi penurunan aktivitas ekonomi global yang bisa berkepanjangan,” ujar Iwan Jaya Aziz, Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) di Manila yang mengeluarkan laporan
Walau terimbas krisis, pertumbuhan ekonomi negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia akan terus melaju. Indonesia akan terus bertumbuh karena didukung oleh permintaan domestik. Dukungan dari dalam juga ditunjang dengan kebijakan moneter yang akomodatif seperti penurunan suku bunga.
ADB mencatat pada September penjualan ritel di Indonesia naik 25,1 persen dan
Tingkat keamanan perekonomian Indonesia, menurut ADB, terletak pada kemandirian ekonomi. Ekspor Indonesia ke AS hanya 2 persen dari total produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2010 dan ekspor ke Eropa 2,1 persen. Tujuan ekspor terbesar adalah Jepang, sekitar 3,5 persen. Perdagangan Indonesia ke sesama negara Asia sebesar 2,6 persen dari PDB.
Menurut perkiraan ADB, perekonomian Indonesia bisa tumbuh 6,6 persen tahun 2011 dan 6,5 persen tahun 2012. Namun, perkiraan ADB ini turun sedikit dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 6,8 persen untuk 2011. Jika kawasan zona euro dan AS mengalami resesi mendalam, ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan turun lagi sebesar 1 persen menjadi 5,5 persen.
Untuk kawasan Asia, ADB menurunkan perkiraan laju pertumbuhan ekonomi kawasan pada 2012 dari sebelumnya 7,5 persen menjadi 7,2 persen. ADB memiliki beberapa skenario mengenai bagaimana krisis global terbaru ini memengaruhi kawasan.
Dalam skenario terburuk jika zona euro dan AS terkontraksi seperti tahun 2009, ekonomi Asia Timur akan tumbuh 5,4 persen. Namun, angka pertumbuhan ini tak seburuk dampak krisis global 2008/2009. Alasannya, telah terjadi diversifikasi tujuan ekspor Asia Timur dan meningkatnya permintaan dalam negeri. Namun, pasar keuangan tetap rentan seperti tahun 2008. Untuk mengatasi krisis ini, para pembuat kebijakan Asia dapat memanfaatkan instrumen pasar, moneter, dan fiskal, yang kini tak dimiliki utuh oleh zona euro dan AS.