Jakarta, Kompas
Kebijakan BP ini terungkap pada hari Selasa (13/12) saat sejumlah wartawan nasional dan lokal meninjau lokasi anjungan gas di perairan Teluk Bintuni. Juga saat mengunjungi kilang pengolahan gas alam cair di Desa Tanah Merah, Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat.
Untuk sampai ke lokasi, wartawan koran nasional dari Jakarta terbang selama lima jam ke Biak, Papua. Dari Biak menggunakan pesawat baling-baling Dash milik Travira Air selama sejam ke Bandara Babo (Teluk Bintuni).
Perjalanan dari Babo dilanjutkan dengan kapal cepat sejam. Terlihat, sebuah tanker, Tangguh Foja, bersandar mengisi muatan.
Manajer Lapangan (Site Manager) LNG Tangguh Ezhar Manaf menjelaskan, LNG Tangguh mengangkut gas alam cair dengan tanker sewaan. Ukuran tanker 143.000 ton-152.000 ton bobot mati. Ukuran kapal sebesar tiga kali lapangan sepak bola. ”Kalau nilai dollar AS yang diekspor itu wewenang kantor pusat,” kata Ezhar.
Ezhar yang ikut dalam tim mengeksplorasi gas di LNG Tangguh menjelaskan, sumur gas tersebut ditemukan tahun 1994. Nama Tangguh diberikan oleh Presiden Soeharto karena diharapkan menjadi sumber gas yang tangguh. ”Cadangan gas di Tangguh ini cukup untuk 30 tahun lebih,” kata Ezhar.
LNG Tangguh adalah salah satu dari tiga penghasil utama (hub) LNG di Indonesia bersama Arun di Aceh dan Bontang di Kalimantan Timur. Dari sisi jumlah kilang gas alam cair (train), terbesar adalah LNG Bontang dengan 8 kilang, LNG Arun 6 kilang, dan LNG Tangguh 2 kilang.
Manajer Strategi dan Urusan Umum BP Indonesia Desy Undijaja menjelaskan, BP menunjukkan komitmen tinggi dalam berinvestasi Indonesia, antara lain, ditunjukkan dengan penempatan Kantor BP Asia Pasifik di Jakarta.
Saat ini, BP telah berinvestasi 7 miliar dollar AS. Selain itu, BP juga berkomitmen menambah investasi 10 miliar dollar AS untuk 10 tahun ke depan. Investasi tersebut digunakan untuk pengembangan eksplorasi di Indonesia timur, seperti Blok North Arafura, Blok West Aru 1, dan Blok West Aru 2.
Ezhar Manaf menambahkan, saat ini LNG Tangguh mempekerjakan sekitar 3.000 karyawan. Tahun 2011, warga Papua berjumlah 53 persen dari 3.000 karyawan dan ditargetkan tahun 2029 sebanyak 85 persen karyawan adalah putra daerah Papua.