Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Abaikan Utang

Kompas.com - 26/12/2011, 08:14 WIB

KOMPAS.com - Seorang pengusaha besar duduk gelisah di ruang tamu direktur utama sebuah bank badan usaha milik negara. Ia sudah duduk 4 jam 30 menit, tetapi sang dirut bank belum juga menerimanya. Padahal, ia ditemani seorang pejabat negara yang berpengaruh.

Tatkala usahawan ini sudah berada di puncak kegelisahan, datanglah sekretaris dirut itu menyampaikan bahwa atasannya sudah keluar kantor karena mendadak dipanggil seorang menteri. Dengan langkah gontai, pebisnis itu kembali ke kantornya di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Pejabat berpengaruh itu menyatakan, ia sebetulnya sudah menggunakan namanya sebagai tameng, berikut ”aspek pertemanan” dengan dirut tersebut. Akan tetapi, upayanya membantu usahawan itu mendapat kredit baru gagal.

Pejabat negara itu mengakui, sebetulnya ia setengah hati membantu usahawan besar tersebut. Namun, kalau akhirnya ia lakukan juga, itu semata karena letih dibujuk-bujuk. Faktor lain, usahawan tersebut temannya semasa di sekolah dasar. Terus terang ia akui, ia bisa memahami mengapa dirut itu itu menghindar bertemu. Pertama karena utang pengusaha besar tersebut di bank BUMN itu sudah Rp 1 triliun. Kalau masih ditambah utang baru, bakal sangat merepotkan. Apabila kelak timbul masalah hukum, dirut itu termasuk yang akan diperiksa penyidik. Kedua, ia ingin mengeluarkan temannya dari kesulitan sekaligus mengarahkannya menjadi usahawan ”yang benar dan lurus”.

Kasus ini merupakan kasus ”biasa” dan kerap terjadi. Banyak debitor berusaha menghindar membayar utang, termasuk mengelak membayar pajak secara penuh. Terjadilah upaya menyuap aparat, membuat laporan keuangan tidak benar, dan sebagainya. Bagi usahawan golongan sesat, sukses tidak bayar pajak dan utang adalah kebanggaan besar.

Sebaliknya, bagi usahawan golongan putih, bayar utang adalah bagian dari martabat, reputasi, integritas, dan menjaga kesehatan perusahaan. Tidak bayar utang dan gagal bayar utang hanya membuat aib. Si pengusaha tidak lagi merasa gagah di depan publik. Ke kantor, malu kepada staf. Ke ruang publik, malu bertemu teman. Ke bank, takut ditagih dan khawatir terjadi penyitaan aset. Semua jadi serba salah.

Usahawan yang bersedia membayar utang umumnya dari generasi pertama dan generasi kedua yang moralnya terjaga baik karena masih menggenggam spirit saudagar tulen: membayar utang sama dengan menjaga harga diri. Tidak bayar utang sama dengan tidak memiliki harga diri.

F Widjaja, salah seorang usahawan besar di Tanah Air, menyebutkan, membayar utang merupakan salah satu elemen paling penting dalam kultur berbisnis. Membayar utang, betapapun sulitnya, harus dilakukan. Jika dipandang perlu, jual seluruh aset perusahaan untuk membayar utang.

Dalam bisnis, kata Widjaja, seseorang tidak akan dipercaya pebisinis lain kalau enggan membayar utang atau gemar membuka cek kosong. Padahal, kita tahu, reputasi dan integritas tinggi adalah harga mati dalam dunia bisnis. Lagi pula, lanjutnya, mengapa ingin menjadi pebisnis yang tanggung. Mengapa tega merusak diri sendiri. Sebab, meski ”hanya” ngemplang utang dua-tiga kali, lalu kehilangan nama baik. Reputasi bisnis menjadi hancur. Ini sungguh suatu perbuatan yang tidak pantas. Harga yang harus dibayar dari ketidakjujuran ini terlampau mahal dan menakutkan.

Pengembang terkemuka Indonesia, Ciputra, menyampaikan hal yang sama. Menurut usahawan ini, membayar utang merupakan cermin tingginya martabat dan moral. Begitu kita bermain-main dengan urusan moral ini, bukan saja nama baik hancur, melainkan juga mitra bisnis enggan berhubungan dengan kita. Pada ujungnya, kita bahkan akan terkucil dan termarjinalkan. (Abun Sanda)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com