Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Premium dengan Harga Keekonomian Lebih Tepat

Kompas.com - 04/01/2012, 11:47 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VII DPR-RI, Satya Widya Yudha, menilai opsi pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan premium dengan harga keekonomian lebih tepat ketimbang penggunaan compressed natural gas (CNG),  liquid gas for vehicle (LGV), dan BBM jenis pertamax. Ini mengingat peredaran premium lebih luas ketimbang bahan bakar gas dan pertamax. "Premium dengan harga keekonomian itu paling mudah. Itu orang bisa beli di mana saja," ucap Satya kepada Kompas.com, Rabu (4/1/2012).

Premium telah tersedia hingga pelosok Tanah Air. Sementara, BBM jenis pertamax ataupun gas, yang kini gencar dibahas pemerintah sebagai opsi untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi, belum tersedia secara merata. Satya berujar, premium dengan harga keekonomian ini diperuntukkan bagi masyarakat yang tidak menerima subsidi BBM, sedangkan angkutan umum tetap akan mendapatkan premium dengan harga subsidi.

Angkutan umum bisa mendapatkan premium bersubsidi dengan cara, misalnya, menggunakan sistem pengendalian  teknologi radio frequency identification (RFID). RFID ini telah diujicobakan di angkutan umum pada tahun lalu. Satya menilai, pembedaan premium dengan dua harga ini lebih mungkin untuk dilakukan. "Pemerintah harus bisa membiasakan diri dengan satu komoditas dua harga. Seperti pupuk saja, ada pupuk dengan subsidi dan tidak subsidi," ujar Satya.

Seperti diberitakan, pemerintah sedang berupaya membatasi konsumsi BBM bersubsidi pada tahun ini. Sejauh ini, pemerintah menggencarkan opsi peralihan konsumsi ke BBM jenis pertamax dan penggunaan CNG (compressed natural gas) untuk kendaraan umum serta LGV (liquid gas for vehicle) untuk kendaraan pribadi. Pasalnya, tahun lalu kuota sebesar 40,49 juta kiloliter yang tercantum dalam APBN-Perubahan 2011 terlampaui. Pemerintah pun harus menambah volume sebesar 1,5 juta kiloliter. Otomatis anggaran subsidi pun melonjak hingga mencapai Rp 160 triliun pada tahun 2011.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com