Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Kakao Tahun 2011 Jatuh

Kompas.com - 06/01/2012, 02:33 WIB

Jakarta, Kompas - Sepanjang tahun 2011, harga kakao melemah 35 persen. Produksi dunia yang melimpah tidak diikuti peningkatan permintaan. Penurunan harga tersebut merupakan penurunan terbesar dalam 12 tahun terakhir.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Kamis (5/1), melaporkan, tahun 2010 harga kakao tercatat 3.400 dollar AS per ton, sementara tahun 2011 turun jadi 2.200 dollar AS per ton. ”Krisis Eropa membuat permintaan kakao turun. Selama ini, negara-negara Eropa adalah konsumen terbesar kakao. Begitu terkena krisis, permintaannya langsung melambat. Di sisi lain, produksi kakao di daerah sentra, yakni di Afrika barat, justru melimpah,” kata Kepala Bappebti Syahrul R Sempurnajaya.

Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) menyebutkan, ekspor kakao sepanjang tahun 2011 juga turun sebesar 40 persen. Ekspor tahun lalu hanya 207.000 ton, sementara tahun 2010 sebesar 430.000 ton. Selain faktor harga yang kurang menguntungkan, penurunan ekspor juga disebabkan oleh penurunan produksi kakao di dalam negeri.

Tidak terlalu bagus

Ketua Askindo Zulhefi Sikumbang mengatakan, produksi kakao tahun ini juga tidak terlalu bagus. Ia memprediksi pertumbuhan produksi hanya 10 persen. Tahun 2011, produksi tercatat mencapai 450.000 ton sehingga tahun ini diprediksi mencapai 500.000 ton. Meski naik, produksi tahun ini masih lebih rendah dibandingkan dengan produksi tahun 2010 yang mencapai 575.000 ton. Tahun 2020, produksinya ditargetkan naik menjadi 2 juta ton per tahun.

Dia mengatakan, serangan hama yang semakin merajalela membuat pohon kakao tidak bisa berbuah secara maksimal. Serangan hama muncul karena faktor anomali cuaca. ”Selain anomali, program Gerakan Nasional Kakao yang membagikan bibit kakao jenis sumantik embrio (SE) kepada petani juga gagal. Bibit tersebut tidak diuji coba terlebih dahulu. Banyak tanaman mati. Kalaupun hidup, buahnya sedikit sehingga banyak petani yang menolak,” ujarnya.

Selain produksi yang rendah, mutu biji kakao juga tidak bagus. Menurut Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, sekitar 70 persen produksi biji kakao belum memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Ketidaklayakan biji kakao tersebut terutama karena petani tidak melakukan fermentasi terlebih dahulu. Akibatnya, rasa serbuk kakao yang dihasilkan kurang enak. Selain itu, biji kakao juga masih banyak tercampur kotoran, seperti sisa kulit, sampah, dan kerikil.

Dari sisi bisnis, perdagangan kakao di dalam negeri sebenarnya makin kompetitif. Prospek perdagangan biji kakao ke depan makin prospektif dengan masuknya biji kakao dalam perdagangan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), memudahkan penentuan harga referensi.

Biji kakao secara resmi diperdagangkan di BBJ, pertengahan Desember 2011. Kontrak kakao diperdagangkan dengan simbol CC5 dan setiap lot bernilai 5 metrik ton. Bulan kontraknya ditentukan Maret, Mei, Juli, September, dan Desember. Mutu biji kakao adalah kakao fermentasi sesuai dengan SNI.

Lindung nilai

Direktur Utama BBJ Made Soekarwo mengatakan, kakao menjadi komoditas kesembilan yang diperdagangkan di BBJ. Selain untuk pembentukan harga, perdagangan kakao di BBJ juga bertujuan memberikan fasilitas lindung nilai kepada para pelaku industri kakao.

”Indonesia adalah produsen kakao nomor tiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Sudah seharusnya Indonesia bisa menentukan harga kakao dunia,” ujarnya. (ENY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com