Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatasan BBM Bersubsidi Hanya demi Jaga Citra

Kompas.com - 07/01/2012, 16:09 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan pemerintah yang membatasi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai sebagai bentuk pencitraan terkait Pemilihan Umum 2014. Kebijakan tersebut dibuat untuk menunjukkan seolah-olah pemerintah pro terhadap rakyat karena tidak menaikkan harga BBM.

"Untuk pencitraan Pemilu 2014 bahwa pemerintah SBY dan Hatta Rajasa itu seolah-olah berpihak pada masyarakat, seolah tidak menaikkan harga BBM," kata Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (7/1/2012).

Seperti diketahui, pemerintah berencana memulai program pembatasan BBM bersubsidi per April ini. Program dimulai dari Jawa dan Bali. Pada 2013-2014, program akan diperluas ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku. Inti dari program ini, BBM bersubsidi hanya diberikan ke angkutan umum, pelayanan umum, dan sepeda motor. Sedangkan moda transportasi di luar itu diharuskan membeli BBM non-subsidi, seperti Pertamax.

Menurut Tulus, dengan membatasi BBM bersubsidi, pemerintah justru menambah masalah baru. Dengan memaksa masyarakat berpindah ke Pertamax, katanya, pemerintah justru menciptakan distorsi ekonomi yang berujung pada kelesuan ekonomi. "Kan kalau premium hanya Rp 4.500 dipaksa Pertamax (fluktuatif di nominal Rp 8.000-an) dengan kenaikan seratus persen, siapa pun orangnya, dia akan mengalami shock, menimbulkan distorsi ekonomi, perilakunya akan mengurangi konsumsi, akan menimbulkan kelesuan ekonomi," paparnya.

Kebijakan ini, lanjut Tulus, lebih buruk dibanding pemerintah menaikkan harga BBM secara berkala. "Secara teori maupun praktik lebih elegan dan manusiawi dibanding memaksa masyarakat gunakan Pertamax," ucapnya.

Tulus juga meragukan komitmen Dewan Perwakilan Rakyat dalam menyejahterakan rakyat terkait BBM ini. "Sekarang pencitraan tidak hanya pemerintah, tapi juga DPR. DPR di luar keras, tapi di dalam menahan pemerintah untuk tidak naikkan harga," katanya.

"DPR sama-sama ciptakan bom waktu, kepentingan jangka pendek agar partainya terlihat membela masyarakat," tambah Tulus.

Sementara Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo mengakui bahwa kebijakan pembatasan BBM subsidi yang dicetuskan pemerintah merupakan pilihan politis. "Menaikkan harga BBM itu pilihan ekonomi. Ekonomi itu memilih, tapi enggak selalu menjadi decision maker (pembuat keputusan). Decision maker (pembuat) keputusan itu politik, dia (ekonomi) itu cuma menjelaskan kenapa harus dipilih, sementara decision itu ada di tangan politician (politikus), proses menentukan pilihan siapa yang akan berlaku," kata Widjajono dalam diskusi bertajuk "Problem BBM" di Jakarta, Sabtu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com