Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Perlu Dukung Kebijakan Biofuel Rendah Karbon

Kompas.com - 01/02/2012, 19:55 WIB
Ichwan Susanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan notifikasi Environmental Protection Agency (EPA) mengenai standar bahan bakar dari sumber yang dapat diperbarui atau Renewable Fuel Standards (RFS), 27 Januari 2012. EPA menyatakan, bahan bakar minyak nabati atau biofuel yang berasal dari minyak sawit Indonesia belum memenuhi standar energi terbarukan.

"WWF-Indonesia melihat hal ini sebagai tantangan bagi Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari biofuel. Hingga saat ini belum ada standar yang mengatur tentang pengurangan emisi pada produk biofuel atau biodiesel dari Indonesia," kata Nyoman Iswarayoga Direktur Iklim dan Energi WWF-Indonesia, Rabu (1/2/2012) di Jakarta.

Berdasarkan ketentuan dalam notifikasi tersebut, parameter yang dijadikan tolok ukur bagi boleh atau tidaknya biofuel/biodiesel dari bahan baku sawit masuk ke AS adalah tingkat emisi GRK. Jika sawit Indonesia teridentifikasi memenuhi standar emisi yang ditentukan, maka biofuel tersebut tetap bisa masuk ke pasar AS.

Standar batas pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan oleh EPA untuk biodiesel dan renewable diesel dari bahan baku sawit, sebagaimana dimuat dalam ketentuan tersebut, adalah minimal 20 persen. Adapun hasil analisa EPA saat ini untuk minyak sawit Indonesia yang masuk ke pasar AS masih di bawah standar, yaitu 17 persen untuk biodiesel dan 11 persen untuk renewable diesel.

Tujuan utama dari kebijakan yang akan diaplikasikan ini adalah untuk memastikan bahwa tujuan penggunaan biodiesel dan renewable diesel untuk mengurangi emisi secara global tercapai. Walau mengurangi emisi dalam penggunaannya, biodiesel dan renewable diesel pada kenyataannya juga menghasilkan emisi, paling tidak dari risiko pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit serta saat pengiriman komoditas tersebut ke negara tujuan.

Selain AS, Uni Eropa sejak akhir 2008 sudah mengeluarkan peraturan yang mengatur pemakaian biofuel di Uni Eropa, yang mensyaratkan kebijakan serupa, bahwa semua produk sawit juga harus memenuhi standar emisi GRK.

"Standar penurunan emisi rumah kaca untuk biofuel sudah diakomodasi dalam rancangan panduan prinsip dan kriteria Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) yang baru. Dengan adanya implementasi kebijakan biofuel di AS dan Eropa yang mensyaratkan standar batas emisi GRK dalam bahan bakar nabati dari sawit, sudah saatnya bagi RSPO untuk mempercepat finalisasi panduan reduksi emisi gas rumah kaca yang saat ini sedang dipersiapkan," papar Irwan Deputi Direktur Transformasi Pasar dari WWF-Indonesia.

Melalui panduan tersebut diharapkan anggota RSPO bisa segera mendapatkan acuan dalam produksi biofuel yang memenuhi standar reduksi emisi GRK.

Ruang lingkup kebijakan baru AS ini hanya mengatur standar batas emisi gas rumah kaca dari minyak sawit yang diproses menjadi bahan bakar nabati biodiesel dan renewable diesel. Artinya, produk turunan lain dari minyak sawit termasuk bahan makanan, obat-obatan dan kosmetik tetap dapat diekspor seperti biasa.

Saat ini ekspor Indonesia ke AS untuk biofuel masih tergolong kecil. Tahun 2009 ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia ke beberapa negara termasuk AS hanya sekitar 16 persen dari total ekspor CPO ke seluruh dunia. Untuk CPO ekspor tertinggi Indonesia adalah ke India, China, Asia, dan Uni Eropa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com