Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PERBANKAN

Mendorong UMKM

Kompas.com - 02/02/2012, 02:38 WIB

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi penopang ekonomi Indonesia saat krisis tahun 1997-1998. Pengusaha kelas ini terus melaju, antara lain karena bahan bakunya lokal dan orientasi pasar dalam negeri.

Namun, daya upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk menjaga kelompok usaha ini? Pemerintah masih setengah hati mendorong kelompok ini. Dalih perhatian dengan meluncurkan kredit usaha rakyat, faktanya kesulitan akses masih dirasakan sebagian besar pengusaha mikro, kecil, dan menengah.

Dari sekitar 50 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, hanya sebagian kecil yang mengenal bank umum, bank perkreditan rakyat (BPR), bank pembangunan daerah (BPD), atau lembaga keuangan lain. Hanya sedikit yang sudah memperoleh kredit bagi pengusaha UMKM. Itu pun dengan suku bunga selangit.

Bayangkan, korporasi besar akan mendapatkan suku bunga pinjaman 10-12 persen per tahun. Begitu pula dengan pinjaman untuk membeli rumah. Namun, bagi UMKM ini, suku bunga yang ada bisa 15 persen, 20 persen, bahkan 40 persen setahun!

Memang, pengusaha yang bisnisnya sudah berjalan cukup mudah mengajukan aplikasi kredit. Seorang pengusaha kelas menengah di Jawa Tengah menceritakan, ia bisa mendapatkan suku bunga kredit 13 persen setahun dari sebuah bank swasta. ”Tapi, untuk usaha yang masih ingin bertumbuh, seperti saya ini, suku bunga sebesar itu masih cukup tinggi,” katanya.

Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution mengakui, tak bisa mengharapkan suku bunga kredit mikro turun dengan sendirinya. Ia lantas mencontohkan langkah dari Provinsi Jawa Timur untuk menekan suku bunga kredit UMKM.

Jatim yang punya 5,8 juta UMKM telah membentuk PT Penjaminan Kredit Daerah. Perusahaan milik pemda itu memberikan penjaminan kredit bagi UMKM. Untuk urusan kredit, Pemerintah Provinsi Jatim menunjuk BPD Jatim bertindak sebagai bank pengayom bagi BPR Jatim.

Praktiknya, BPR Jatim yang mendapatkan pinjaman lunak dari Bank Dunia mengucurkan kredit untuk UMKM di Jatim. Pinjaman bersuku bunga 12 persen setahun itu kini menyentuh 65.000 debitor, yang rata-rata meminjam Rp 17,5 juta.

Hal itu merupakan langkah riil inklusi keuangan, yang selama ini terkesan di awang-awang. Bagi UMKM yang punya simpanan di BPR sebesar Rp 1 juta bisa memperoleh kredit maksimum Rp 2 juta. Tentu saja, kredit diberikan untuk usaha produktif.

Dengan pinjaman lunak dan bunga rendah itu, BPR Jatim masih bisa membukukan kinerja baik, dengan meraup laba bersih Rp 19,3 miliar dan kredit Rp 680 miliar tahun 2011.

Sebagai bank yang sahamnya dikuasai pemda, BPD dan BPR memang ideal menjadi alat bagi pemda untuk memajukan UMKM di daerah masing-masing. Dengan catatan, pemda mau menurunkan perolehan pendapatan asli daerah (PAD) yang diambil dari laba bersih bank milik pemda.

Meski demikian, kesediaan menekan PAD atau dividen dari laba bank memang hanya pilihan atau opsi. Pilihan memajukan UMKM yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat? Atau semata-mata mengejar pendapatan pemerintah yang hanya akan dinikmati sebagian masyarakat? Bisa dimulai dengan belajar dari Jatim. (Dewi Indriastuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com