Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tahun 2011 sebesar 6,5 persen. PDB adalah salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Ekonom Senior Institute for Development of Economic dan Finance Didik J Rachbini di Jakarta, Selasa (7/2), menyatakan, pertumbuhan ekonomi 2011 cukup tinggi, tetapi menumpuk di kalangan atas yang memiliki aset modal produksi. Akibatnya, kesenjangan ekonomi terus terjadi. Buktinya, jumlah pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung masih banyak.
”Ini disebabkan pemerintah tak memiliki kebijakan pemerataan pembangunan yang signifikan. Hal yang terjadi adalah penguasaan aset produksi, seperti lahan dan kredit, dibiarkan semakin timpang,” kata Didik.
Secara terpisah, anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Arif Budimanta Sebayang, menyatakan, pertumbuhan ekonomi masih dinikmati para pemilik modal, termasuk pemodal asing. Faktanya, pertumbuhan ekonomi bisa dipacu hanya oleh peningkatan produksi atau pendapatan segelintir orang saja.
Kesenjangan ekonomi yang terjadi dapat dilihat dari data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tahun 2011 yang menunjukkan bahwa 51 persen dari total deposito di perbankan dimiliki oleh 0,13 persen nasabah. Total nilai deposito Rp 1.700 triliun.
Sebelumnya, Kepala Kantor Integrasi Ekonomi Regional Bank Pembangunan Asia (ADB) Iwan Jaya Azis berpendapat, pertumbuhan ekonomi bukanlah segalanya. Hal yang terpenting adalah bagaimana struktur pertumbuhan itu efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat terbanyak, yakni kelompok menengah ke bawah.
”Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi di Asia tidak terlalu bagus karena pertumbuhan itu lebih ke sektor yang relatif tidak menyentuh mayoritas masyarakat,” kata Iwan.
Penilaian ADB atas negara di kawasan Asia secara umum menunjukkan pertumbuhan sektor riil lamban. Sementara pertumbuhan sektor keuangan cepat.
Berdasarkan pemantauan di Jakarta, sejumlah masyarakat bawah justru merasakan tekanan ekonomi, terutama pada semester II-2011. Perajin mebel menyatakan omzetnya turun 50-70 persen. Sementara keuntungan sejumlah pemilik warung tegal turun sekitar 30 persen akibat harga bahan pangan naik.