Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Kedaulatan Petani demi Pangan

Kompas.com - 15/02/2012, 01:50 WIB

AGNES ARISTIARINI

Inilah ironi yang terjadi di negeri ini. Ketika kesalahan kebijakan membuat masyarakat meninggalkan diversifikasi pangan dan semakin tergantung pada beras, pemerintah justru meninggalkan petani sebagai tulang punggung ketahanan pangan. Bukannya membantu petani agar berdaulat dengan membenahi produksi pangan, pemerintah memilih jalan pintas: impor beras.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, ada tujuh komoditas pangan pokok yang diimpor dan itu belum termasuk gandum, garam, gula, dan produk hortikultura. Impor beras tahun 2010 mencapai 1,6 juta ton, jagung 2,8 juta ton, dan kedelai lebih dari 1,2 juta ton. Nilai impor mencapai Rp 50 triliun dan angka itu terus meningkat signifikan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga, tecermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau. Betul tidak disebutkan bahwa pangan harus dipenuhi dari dalam negeri, tetapi menyandarkan kebutuhan pada impor amatlah riskan dan ada 42,5 juta petani dikorbankan.

Maka, membangun ketahanan pangan seharusnya menjadi agenda terpenting pemerintah saat ini. Cara yang paling dasar adalah memperluas area atau meningkatkan produksi per satuan luas. Kelemahan perluasan area, terutama di luar Jawa, adalah masih belum optimalnya lahan-lahan yang baru dibuka dibandingkan dengan lahan tercetak di Jawa.

Sebaliknya, peluang peningkatan produktivitas lebih terbuka. Membatasi bahasan pada tanaman padi, pilihannya adalah mengembangkan padi hibrida ataupun padi tipe baru, selain memperbaiki teknologi budidaya ataupun pasca-panennya.

Adalah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) yang telah menghasilkan 17 varietas dari 57 varietas padi hibrida yang kini beredar di Indonesia. Menurut Satoto, Ketua Kelompok Peneliti Pemuliaan, Plasma Nutfah, dan Perbenihan di BB Padi, padi hibrida bisa menjadi alternatif pilihan karena tingkat produksi sudah stagnan saat ini.

”Padi hibrida mempunyai keunggulan morfologi, terutama komponen akhir. Jumlah gabah isi per malai sampai 400 butir, sementara ciherang sebagai padi tipe baru favorit saat ini sekitar 150 butir,” kata Satoto.

Pemuliaan tanaman hibrida memanfaatkan fenomena genetika yang disebut vigor hibrida atau heterosis, yaitu kecenderungan individu hasil persilangan (F1, turunan pertama) yang akan lebih baik dibanding salah satu atau rata-rata kedua tetuanya.

Perkembangan hibrida

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com