Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diversifikasi Pangan Salah Kaprah!

Kompas.com - 29/02/2012, 11:26 WIB

ALI KHOMSAN

Hari Selasa adalah hari tanpa nasi bagi masyarakat Depok, Jawa Barat. Bisakah diversifikasi konsumsi pangan dipaksakan melalui peraturan pemerintah?

Kenyataan menunjukkan, ketaatan masyarakat terhadap pemimpin formal atau peraturan pemerintah saat ini bersifat semu. Berbagai contoh pelanggaran dengan mudah bisa dijumpai. Sebutlah produsen tahu yang banyak memakai formalin tanpa sanksi hukum meski jelas melanggar UU Pangan.

Ketidakpatuhan terhadap berbagai aturan yang bersifat kasatmata, seperti pelanggaran aturan lalu lintas, pungli di jalan raya, dan korupsi terang-terangan dari tingkat atas sampai bawah, adalah potret keseharian bangsa. Mengapa pula soal makan nasi harus diatur pemerintah?

Di Jepang, anak-anak usia TK diperkenalkan dengan diversifikasi pangan melalui menu makan di sekolah. Tidak setiap hari nasi disajikan sebagai makanan di sekolah sehingga sejak usia dini telah tertanam di benak bangsa Jepang bahwa makan tidak berarti harus bersua nasi dan merasa kenyang dengan pangan lain.

Sesungguhnya prasyarat penting keberhasilan diversifikasi pangan adalah membaiknya kesejahteraan. Masyarakat menengah atas mengonsumsi nasi dalam jumlah lebih sedikit karena menu makannya tidak lagi didominasi nasi. Mereka punya pilihan sumber protein dan lemak, termasuk buah, sehingga mengurangi tekanan permintaan beras.

Ketika tamu-tamu di hotel berbintang di Jatim disuguhi sarapan pagi nasi jagung, banyak di antara mereka yang mengatakan enak. Nasi jagung dan nasi singkong bisa dibuat dalam bentuk butiran seperti beras, tetapi ketidaktersediaan di pasar menyebabkan masyarakat mengonsumsi kedua sumber karbohidrat ini sebagai cemilan, bukan pangan pokok pengganti beras.

Peran budaya

Kami, tim peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), telah mengkaji masyarakat Kampung Cirendeu-Cimahi yang mengonsumsi beras singkong (rasi) sejak 1924. Penelitian yang dibiayai oleh Neys-van Hoogstraten Foundation the Netherlands ini menunjukkan pentingnya peran budaya dalam mempromosikan pola pangan rasi sebagai pengganti beras.

Pemimpin informal masyarakat Cirendeu memberi contoh langsung untuk tidak makan nasi dan menyosialisasikan alasan mengapa mereka lebih baik makan rasi. Pola makan nonberas pun bisa terus dipertahankan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com