Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harusnya Pemerintah Jangan Gunakan Harga Pasar BBM

Kompas.com - 01/04/2012, 14:05 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat energi, Kurtubi, meminta pemerintah untuk segera mengubah perhitungan besaran subsidi dan acuan harga BBM bersubsidi dengan tidak lagi menggunakan harga pasar. Menurut dia, pemerintah seharusnya mengacu pada biaya pokok bahan bakar minyak (BBM).

Peringatan ini dilontarkan Kurtubi menanggapi gugatan yang akan diajukan oleh pakar hukum tata negara, Yusril Izha Mahendra, terkait Undang-Undang APBNP 2012 ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu pertimbangan Yusril adalah penafsiran MK tahun 2003 ketika pengujian Pasal 28 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Yusril mengatakan, substansi Pasal 7 Ayat 6a dalam UU APBNP itu sama dengan UU Migas dan Gas Bumi sebelum dibatalkan MK. Intinya adalah harga migas diserahkan ke mekanisme pasar. "Selama waktu penundaan kenaikan harga BBM ini, pemerintah seharusnya memperbaiki cara perhitungan besaran subsidi BBM yang benar," ujar Kurtubi ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (1/4/2012).

Kurtubi menerangkan, dalam pengujian UU Migas Pasal 28, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan keputusan bahwa pemerintah tidak boleh mengacu pada harga pasar. Sementara hasil Rapat Paripurna DPR untuk APBNP 2012 menghasilkan Pasal 7 Ayat 6a yang menyebutkan pemerintah bisa menyesuaikan harga jika selisih realisasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dengan asumsi mencapai 15 persen dalam kurun waktu 6 bulan.

Kurtubi menjelaskan, acuan pemerintah untuk menyesuaikan harga adalah ICP bukan biaya pokok. Padahal, kata dia, sebelum UU Migas tersebut ada, pemerintah selalu menggunakan biaya pokok. Anehnya lagi, pemerintah justru menggunakan biaya pokok listrik dalam menghitung besaran subsidi listrik. Tetapi hal ini tidak dilakukan untuk subsidi BBM.

Ia pun mempertanyakan, mengapa pemerintah tidak memperhatikan keputusan MK atau pemerintah tidak mengerti dengan putusan tersebut. "Pemerintah saat ini dalam menghitung subsidi listrik menggunakan biaya pokok listrik, tapi untuk BBM menggunakan harga pasar yang tidak diperbolehkan MK," tegas Kurtubi.

Dengan kondisi ada pihak yang akan menggugat UU APBNP 2012 khususnya Pasal 7 ayat 6a tersebut, ia pun meminta pemerintah segera merubah acuan perhitungannya. Jika tidak, pemerintah termasuk presiden bisa dianggap melanggar konstitusi. Bahkan ini bisa menjadi ruang bagi partai politik untuk menjatuhkan pemerintah. "Alasan untuk impeachment (pemakzulan) sangat terbuka. Presiden dianggap melanggar sumpah jabatan. Ini pelanggaran konstitusional secara terang-terangan," pungkas Kurtubi, yang juga meminta agar pemerintah meminta maaf kepada rakyat atas hal itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kinerjanya Banyak Dikeluhkan di Medsos, Berapa Gaji PNS Bea Cukai?

    Kinerjanya Banyak Dikeluhkan di Medsos, Berapa Gaji PNS Bea Cukai?

    Work Smart
    Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

    Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

    Whats New
    Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

    Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

    Whats New
    Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

    Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

    Whats New
    Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

    Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

    Work Smart
    Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Whats New
    Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

    Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

    Spend Smart
    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

    Spend Smart
    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

    Work Smart
    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

    Whats New
    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

    Whats New
    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

    Whats New
    [POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    [POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

    Whats New
    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

    Spend Smart
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com