Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/06/2012, 08:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - TNI Angkatan Laut kewalahan mengatasi pencurian ikan yang melibatkan kapal berbendera asing. Selain karena minimnya armada patroli, hal itu juga karena maraknya penyalahgunaan izin untuk kapal asing. Apalagi, tingkat kesiapan operasional tidak selalu 100 persen.

Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati di Jembrana, Bali, Senin (4/6/2012), menerangkan, saat ini baru ada sekitar 150 kapal perang TNI AL untuk mengamankan wilayah perairan Nusantara.

”Kita kekurangan sarana kapal untuk mengamankan wilayah seluas 5,9 juta kilometer persegi,” kata Untung.

Menurut Untung, jumlah tersebut juga jauh dari memadai. Apalagi, tingkat kesiapan operasional tidak semuanya dalam kondisi 100 persen. ”Adanya perhatian soal pencurian ikan merupakan kritik membangun terhadap pengambil kebijakan, terutama menyangkut alat utama sistem persenjataan TNI AL,” ujar Untung.

Komandan Gugus Keamanan Laut Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamana Pertama Pranyoto mencontohkan, kapal patroli TNI AL butuh minimal 5 ton solar untuk patroli sehari. Laut Natuna yang berhadapan langsung dengan Laut China Selatan hanya dijaga rutin empat kapal. Akibatnya, terus terjadi pencurian ikan di area lebih dari 250.000 kilometer persegi itu.

”Kami harus memastikan benar setiap informasi sebelum mengerahkan KRI. Kalau ternyata tidak benar, hanya menghabiskan BBM yang terbatas,” ujar Pranyoto.

Keterbatasan armada juga dialami aparat di Aceh. Dengan luas perairan mencapai 295.370 kilometer persegi dan panjang garis pantai 1.660 kilometer (terpanjang di Sumatera), kepolisian di Aceh hanya dilengkapi satu kapal yang hanya mampu berlayar hingga 12 mil laut (sekitar 21,6 kilometer).

”Padahal, kapal-kapal Thailand yang mencuri ikan di perairan Aceh umumnya berada di 12 mil laut ke atas. Kapal tak mampu mengejarnya,” kata Kepala Bagian Bina Operasi Direktorat Airud Polda Aceh Ajun Komisaris Besar Nawan.

Menurut Nawan, dibutuhkan tiga kapal besar untuk patroli perairan di Aceh yang berada di pertemuan Samudra Hindia, Laut Andaman, dan Selat Malaka.

Abdus Syukur dari Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh mengatakan, pencurian ikan di wilayah perairan Aceh biasanya dilakukan pada waktu malam hari dengan radius 12 mil laut dari pantai Aceh. Pencurian ikan oleh kapal asing di Aceh dalam semalam mencapai 10.000 ton. Artinya, dalam setahun setara 4 juta ton.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com