”Kami butuh dokumen konsesi dari pemerintah, yang terdiri dari waktu konsesi dan juga biaya konsesi (fee). Ini penting bagi percepatan investasi Pelindo di Kalibaru,” ujar Direktur Operasi PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II) Dana Amin, di Jakarta, Selasa (19/6).
Bahkan, kata Dana, Pelindo II telah mengusulkan Pelabuhan Cilamaya dibangun 15 tahun sejak pengoperasian Tahap I Kalibaru pada tahun 2014.
Kembali ke soal konsesi, Dana memastikan, permohonan konsesi sudah diajukan Pelindo II. ”Dari sisi Pelindo II, kami selalu bekerja cepat. Bahkan, apa pun dikerjakan untuk mempercepat realisasi Kalibaru,” ujar dia.
Meski demikian, pengamat maritim Saut Gurning dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) meragukan kemampuan Kementerian Perhubungan untuk menghitung jangka waktu konsesi. ”Ini proyek berkapitalisasi besar. Nilainya puluhan triliun rupiah, apakah regulator punya pengalaman?” ujar dia.
Harun al-Rasyid Lubis dari Transportation Research Group Institut Teknologi Bandung (ITB) menambahkan, memang sulit menghitung konsesi. ”Kalau proyek ini ditender jelas mudah, yang mengajukan konsesi terpendek, ya, menang,” ujar dia.
”Tapi di proyek penunjukan harus pula paling menguntungkan bagi rakyat. Jadi harus dihitung cermat. Bagaimanapun juga, Kementerian Perhubungan harus punya hitungan sendiri. Secara psikologis, infrastruktur tetap tugas pemerintah. Bila diserahkan kepada keinginan swasta, tak perlu regulator,” kata Harun.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi V DPR Nusyirwan Soejono mendorong regulator dan operator untuk menjalankan fungsi dalam pembangunan Kalibaru. ”Setiap pihak harus serius menjalankan perannya. Kalibaru ini jelas-jelas sangat diperlukan,” ujar dia.
”Mampu atau tidak mampu, regulator harus menjalankan perannya,” ujar Nusyirwan, politisi dari PDI-Perjuangan. Ia mengingatkan betapa pertumbuhan perekonomian Indonesia tergantung dari pembangunan infrastruktur pelabuhan.