Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hatta Puji Renegosiasi Kontrak Karya Freeport

Kompas.com - 23/07/2012, 17:56 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa berpendapat bahwa renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia berjalan baik.

"Bagus, Freeport bagus sekali. Mereka mau menaikkan royalti, sebagian lahan, membangun smelter (pabrik pemurnian), mesti membangun kajian, mau meningkatkan local content dan peran dari pemerintah daerah maupun perusahaan-perusahaan lokal," sebut Hatta, di Kantor Menko Perekonomian, Senin (23/7/2012).

Disebutkan pula, Freeport Indonesia juga mau melakukan divestasi sahamnya. Namun, kata dia, angkanya belum disepakati. Pemerintah sendiri meminta kepemilikan nasional bisa sampai 51 persen pada perusahaan tersebut.

"Saya juga minta IPO (initial public offering), mereka setuju. Divestasi mereka juga setuju tapi belum sampai 51 persen. Kita enggak bisa memaksa kontraknya itu kan," papar dia.

Sementara itu, terhadap permintaan kompensasi pajak, Hatta menegaskan pemerintah tetap pada angka 35 persen. "Tahun ini selesai," pungkas Hatta ketika ditanyai target waktu selesainya renegosiasi.

Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc, induk perusahaan PT Freeport Indonesia, sempat menyatakan penolakan melakukan divestasi saham, sesuai dengan keinginan Pemerintah Indonesia.

Perusahaan tambang ini menyatakan perusahaannya tidak tunduk pada persyaratan divestasi sebesar 20 persen seperti yang diamanatkan aturan baru tentang pertambangan di Indonesia.

Freeport-McMoRan menyatakan, mereka sudah memiliki kontrak karya dalam menjalankan pertambangan Grasberg dan tambang emas di Indonesia. Dalam kontrak karya tersebut sudah disepakati soal pembayaran royalti ataupun tarif pajak kepada Pemerintah Indonesia. Kontrak ini, menurut Freeport-McMoRan, sudah diteken sejak 1991.

"Kami dilindungi kontrak karya, bukan hukum (UU) pertambangan yang baru," ujar Richard Adkerson, Chief Executive Officer Freeport-McMoRan, beberapa waktu lalu.

Mengenai adanya persyaratan divestasi perusahaan tambang asing di Indonesia, Freeport menegaskan tidak ada tercantum dalam kesepakatan sebelumnya.

"Tidak ada persyaratan bagi kami menjualnya (divestasi)," kata  Adkerson.

Ia menyatakan, nilai pembayaran pajak yang dikeluarkan Freeport lebih besar daripada ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Perlu diketahui, Pemerintah Indonesia saat ini ingin adanya renegosiasi kontrak karya dengan Freeport Indonesia. Renegosiasi kontrak terkait dengan rencana pemerintah menerapkan bea keluar (BK) untuk ekspor mineral, termasuk tembaga dan emas.

"Kami merespons isu yang diangkat oleh Pemerintah Indonesia dan kami akan bekerja sama," ucap kata Adkerson.

Saat ini 90,64 persen saham Freeport Indonesia dimiliki oleh Freeport McMoran Copper & Golden Inc. Sementara itu sisanya, sebesar 9,36 persen, dimiliki oleh Pemerintah Indonesia.

Kewajiban divestasi Freeport Indonesia baru diatur di dalam Pasal 24 Kontrak Karya perpanjangan 1991. Di dalam pasal tersebut disebutkan kewajiban divestasi Freeport Indonesia terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah melepas saham ke pihak nasional sebesar 9,36 persen dalam 10 tahun pertama sejak 1991. Kemudian kewajiban divestasi tahap kedua mulai 2001, perusahaan harus melego sahamnya sebesar 2 persen per tahun sampai kepemilikan nasional menjadi 51 persen.

Untuk kewajiban divestasi tahap pertama, PTFI sudah dilaksanakan. Pada tahun 1991, perusahaan emas dan tembaga asing itu melepas 9,36 persen ke pihak nasional lewat PT Indocopper Investama.

Sayangnya, untuk kewajiban divestasi tahap kedua gugur setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 1994. Di dalam PP tersebut, kepemilikan saham asing pada anak perusahaannya di Indonesia boleh sampai 100 persen. Dengan demikian, sampai sekarang kepemilikan saham nasional di Freeport Indonesia masih kecil.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com