Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemarau, Sebabkan Petani dan Petambak Menjerit

Kompas.com - 04/09/2012, 16:20 WIB
Galih Prasetyo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Musim kemarau belakangan ini kian melanda para pengrajin yang menyandarkan keberlangsungan pekerjaannya dari hujan ataupun air. Tak terkecuali petani padi dan petambak. Kondisi demikian berujung kepada menurunnya pendapatan, termasuk kegagalan panen.

Para petani di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara ikut menerima imbasnya. Para petani mengalami kerugian ditaksir mencapai belasan juta akibat gagal panen. Pendapatan menurun ketimbang tahun lalu. Kemarau dalam kurun waktu panjang menjadikan padi kerap jadi santapan hama tikus dan wereng, serta burung. Diperparah minimnya pasokan air dari sungai irigasi karena mesti melayani semua sawah. Hal ini bisa dilihat pada sawah Jalan Sarang Bango, Rorotan, Jakarta Utara.

"Di daerah Rorotan luas sawah mencapai puluhan. Tetapi sawah yang mengalami gagal panen sekitar 10 hektar. Memang tahun ini kemarau bisa dibilang cukup panjang," kata Abdul Kodir (48), salah seorang petani padi Rorotan, Selasa (4/9/2012).

Oleh karena itu, para petani tak mungkin menanam bibit padi lantaran kapasitas air tak mencukupi. Sehingga tampak terlihat puluhan hektar sawah terbengkalai terpanggang mentari.

Menurut Kodir, untuk menanam padi di sawah per hektar memakan biasa senilai Rp 5 juta. Nilai tersebut, sudah termasuk penyewaan alat-alat membajak sawah semacam traktor yang biaya operasinalnya mencapai Rp 800.000. Tanam benih Rp 1 Juta. Biaya mencangkul dan urusan galangan sebesar Rp 500.000. Sedangkan Rp 2,7 juta dialokasikan untuk pupuk serta obat antihama, ongkos sewa tanah dan tenaga tani.

Ketika musim normal panen bisa mencapai 9 ton padi, apabila dirupiahkan mampu meraup sebesar Rp 36 juta. Sementara karena tertimpa kemarau sawah hanya bisa menghasilkan 6 ton padi sama dengan Rp 24 juta.

"Saya rugi ditahun ini mencapai Rp12 juta. Kalau jual ke tengkulak saja satu ton hanya bisa mendapatkan Rp 4 juta," ujarnya.

Kodir termasuk para petani yang mengharapkan agar pemerintah memperhatikan nasib petani yang menderita gagal panen. Terutama masalah air. "Kekeringan sudah berlangsung selama lima bulan ini, akhirnya petani harus bersedia bergilir untuk mendapatkan pasokan air dari kali irigasi Pondok dan Jatiluhur. Apabila musim normal para petani kebagian air cukup merata," kata Petugas Pengairan Lokal Masyarakat Rorotan, Syamsuri.

Petambak juga menderita

Kemarau juga dirasakan petambak udang dan bandeng, di bilangan Jalan Marunda Baru, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Areal tambak yang seluas 86 hektar tersebut juga menderita kekeringan. Bisa dipastikan 60 hektarnya mengalami kekeringan.

Kepala Bagian Pengelola Tambak Marunda Baru, Munin (51) mengatakan, penambak menderita gagal panen total. Kemarau terparah pada tiga bulan terakhir. Apabila panen mulus, udang bisa dipanen per empat bulan sekali. Sedangkan bandeng siap dipanen enam bulan sekali. Panen bandeng lancar mampu mencapai 3 kuintal. Bila dirupiahkan Rp 15.000 per kg. Artinya, dari situ bisa meraup Rp 4,5 juta. Panen udang minimal 60 kg kalau dijual bisa meraup Rp 5 juta.

"Akibat musim kemarau, para penambak berhenti beroperasi karena tidak mungkin membenih sedangkan kolam tambak mengering," ujar Munin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com