Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KNPK: Survei GATS Pintu Masuk Terampasnya Kedaulatan Kita

Kompas.com - 17/09/2012, 02:00 WIB
Kiki Budi Hartawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK) menilai hasil survey Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dilansir Kementerian Kesehatan (Kemenkes) beberapa hari lalu perlu dicermati secara bijak dan arif.

Menurut koordinator KNPK Zulvan Kurniawan, GATS adalah salah satu komponen dari Global Tobacco Surveillance System (GTSS) yang digunakan WHO untuk mengukur dan memonitor regulasi anti tembakau pada negara-negara yang telah menerapkan regulasi anti tembakau.

Sehingga apakah perlu di Indonesia yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk menerapkan hal ini.

"Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempunyai cara lain selain menjiplak standar barat untuk menyehatkan rakyatnya. Dan paradigma medis standar barat itulah yang telah menyebabkan kemiskinan terus meningkat di negeri ini bukan dari cara konsumsi bangsa ini," ungkapnya di Jakarta, Minggu(16/9/2012).

Zulvan menambahkan survei GATS di Indonesia didanai oleh Bloomberg Philantropies, sedangkan di China dan Afrika didanai oleh Bill dan Melinda Gates Foundation yang disalurkan melalui CDC Foundation yang bermarkas di Atlanta, negara bagian Georgia, Amerika Serikat untuk mendampingi otoritas kesehatan melakukan dan mengimplementasikan hasil survey.

"Kita semua telah mengetahui bahwa pendampingan proses dan pembuatan regulasi termasuk survei seperti ini adalah pintu masuk terampasnya kedaulatan kita dalam menentukan arah regulasi yang akan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. Sehingga sudah sewajarnya apabila kita tidak pernah bisa keluar dari cengkeraman segala bentuk penjajahan mereka," jelasnya.

Terkait dengan regulasi petani tembakau, Zulvan juga berpendapat bahwa regulasi tembakau yang mengadopsi FCTF bertujuan akhir untuk mematikan petani tembakau di Indonesia.

"Semakin jelas bahwa dampak regulasi tembakau yang mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control seperti yang termaktub dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bertujuan akhir untuk merugikan petani tembakau di Indonesia melalui program diversifikasi tanaman sesuai dengan keinginan WHO untuk meningkatkan kerjasama sektoral dalam implementasi regulasi anti tembakau yang lebih teknis sebagai pelaksanaan Undang-Undang tersebut," terangya.

Menurut Zulvan sudah terlihat dari hasil survei GATS, konsumen tembakau terbesar di Indonesia adalah konsumen kretek. Kretek menurutnya adalah produk Indonesia asli yang dibuat dengan menyerap tembakau petani di Indonesia karena ke-khasannya tidak bisa digantikan oleh tembakau impor.

Sebelumnya diberitakan Menkes Nafsiah Mboi prihatin dengan tingginya angka perokok pasif (secondhand smoke) di Indonesia. Menurutnya, dengan paru-paru yang sudah terkena racun nikotin, sulit bagi Indonesia berprestasi dalam dunia olahraga.

Menurut Menkes, Indonesia kapan mau jadi juara Olimpiade, kapan kita juara dunia sepakbola. Nggak bakal. Karena paru-paru orang Indonesia sudah nggak becus.

Menanggapi pernyataan Menkes, Zulvan berpendapat keberhasilan sebuah negara dalam olimpiade atau sepakbola bukan terletak pada hasil survei jumlah konsumen tembakau.

Telah terbukti China sebagai negara dengan konsumen tembakau paling tinggi di dunia adalah negara super power dalam bidang olah raga.

"Di China pembinaan dan regenerasi atlit dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan kaidah-kaidah keolahragaan yang sesuai dengan standar internasional tanpa meninggalkan kaidah dari tradisi dan budaya mereka," tukasnya.

Pemerintah Harus Lakukan Riset IHT di Indonesia. Sementara itu pengamat Kebijakan Publik Zamhuri berpendapat Kementerian kesehatan (Kemenkes) semestinya sangat selektif dalam mengambil data-data riset yang berasal lembaga asing yang dibiayai oleh jaringan bisnis global yang amat berkepentingan dengan persoalan tembakau dan kehidupan industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com