Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi Listrik Hanya Untungkan Orang Kaya?

Kompas.com - 31/10/2012, 07:36 WIB
Didik Purwanto

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com — Anggaran subsidi listrik terus membengkak setiap tahun. Namun, subsidi tersebut ternyata malah hanya dinikmati oleh orang kaya. Benarkah?

Pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menjelaskan tingkat ketergantungan subsidi listrik dari masyarakat saat ini semakin tinggi. Sebab, tarif tenaga listrik (TTL) belum menjadi sumber pendapatan utama PLN.

Padahal, PLN sendiri juga harus mengeluarkan biaya investasi untuk membiayai pembangkitnya. Akibatnya, PLN terus meminta tambahan subsidi listrik untuk menutupi operasionalnya, khususnya apabila TDL tidak dinaikkan.

"Masalah yang terjadi adalah subsidi listrik itu malah tidak tepat sasaran. Yang menikmati itu malah orang kaya," kata Fabby saat workshop "Rasionalisasi Tarif Listrik Menuju Subsidi Tepat Sasaran" di Hotel Harris Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa (30/10/2012) malam.

Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2011, Fabby menjelaskan bahwa tarif tenaga listrik dan subsidi listrik ini menunjukkan ketidakadilan. Ini dibuktikan dengan kesenjangan subsidi yang diterima pelanggan per bulan.

Khusus untuk golongan rumah tangga 1 (R1) untuk daya 450 VA, dengan jumlah 19.821.375 pelanggan, maka subsidi per tahun mencapai Rp 19,046 triliun. Namun, subsidi yang diterima per pelanggan per bulan hanya Rp 80.073.

Sementara pelanggan dengan daya 900 VA, dengan jumlah 15.180.302 pelanggan, memiliki subsidi Rp 17,439 triliun dengan subsidi per pelanggan per bulan Rp 95.730. Khusus untuk pelanggan dengan daya 1.300 VA, dengan jumlah 5.201.529 pelanggan, memiliki subsidi Rp 6,807 triliun dengan subsidi per pelanggan per bulan Rp 109.061.

Khusus untuk pelanggan dengan daya 2.200 VA, dengan jumlah 1.688.262 pelanggan, memiliki subsidi Rp 4,001 triliun dengan subsidi per pelanggan per bulan Rp 197.467. Di sisi lain, khusus untuk pelanggan dengan daya 3.500-5.500 VA, dengan jumlah 568.912 pelanggan, memiliki subsidi Rp 2,158 triliun. Namun, mereka justru mendapat subsidi per pelanggan per bulan Rp 316.037.

Begitu juga dengan pelanggan dengan daya di atas 6.600 VA, dengan jumlah hanya 135.705 pelanggan, memiliki subsidi Rp 562 miliar. Namun, mereka justru mendapat subsidi per pelanggan per bulan Rp 344.983. "Di sini sudah jelas letak ketidakadilan dalam pemberian subsidi yang diberikan," jelasnya.

Terkait dengan hal itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman mengatakan, ada empat golongan pelanggan listrik yang akan dicabut subsidinya. Hal ini dilakukan sebagai awal kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) sebesar 15 persen.

Jarman menyebutkan, golongan tersebut adalah yang dicabut subsidinya seperti golongan rumah tangga I berkapasitas 6.600 VA ke atas, golongan bisnis II dan bisnis III berkapasitas 6.600 VA ke atas, serta golongan pemerintah. "Sebenarnya semua masih dapat subsidi yang akan datang di 2013, R1 6.600 VA ke atas, b2 6.600 VA, dan b3 tegangan menengah, sama p1 6.600 VA yang dicabut subsidinya," jelas Jarman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

    Cara Bayar Tagihan FIF di ATM BCA, BRI, BNI, Mandiri, dan BTN

    Spend Smart
    Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

    Bank Mandiri Tegaskan Tetap Jadi Pemegang Saham Terbesar BSI

    Whats New
    Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

    Cek Jadwal Pembagian Dividen Astra Otoparts

    Whats New
    Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

    Syarat Ganti Kartu ATM Mandiri di CS Machine dan Caranya

    Whats New
    Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi 'Feeder' bagi Malaysia dan Singapura

    Status Internasional Bandara Supadio Dihapus, Pengamat: Hanya Jadi "Feeder" bagi Malaysia dan Singapura

    Whats New
    Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

    Naik 36 Persen, Laba Bersih Adaro Minerals Capai Rp 1,88 Triliun Sepanjang Kuartal I-2024

    Whats New
    Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

    Jokowi Tambah Alokasi Pupuk Subsidi Jadi 9,55 Juta Ton di 2024

    Whats New
    Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

    Dampak Erupsi Gunung Ruang, 5 Bandara Masih Ditutup Sementara

    Whats New
    Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

    Kadin Gandeng Inggris, Dukung Bisnis Hutan Regeneratif

    Whats New
    Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada  Kuartal I 2024

    Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

    Bappenas Buka Lowongan Kerja hingga 5 Mei 2024, Simak Persyaratannya

    Work Smart
    Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

    Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045, Kemenko Perekonomian Berupaya Percepat Keanggotaan RI dalam OECD

    Whats New
    Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

    Indonesia dan Arab Saudi Sepakat Menambah Rute Penerbangan Baru

    Whats New
    BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

    BJBR Bukukan Laba Rp 453 Miliar pada Kuartal I 2024

    Whats New
    Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

    Microsoft Investasi Rp 27,6 Triliun di RI, Luhut: Tidak Akan Menyesal

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com