Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya Pemerintah Nasionalisasi Semua Blok Migas

Kompas.com - 13/11/2012, 18:36 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan M Romahurmuziy mendesak pemerintah untuk bergerak cepat dalam menindaklanjuti keputusan Mahakamah Konstitusi yang membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas). Keputusan ini merupakan momentum bagi pemerintah untuk melakukan renegosiasi dan nasionalisasi seluruh blok Migas yang selama ini merugikan Indonesia.

"Pemerintah harus mampu menjadikan putusan ini sebagai momentum 'nasionalisasi' dengan mengambil alih seluruh blok migas yang akan berakhir kepada Indonesia, sembari tetap menjamin kepastian hukum atas kontrak-kontrak migas yang masih berlaku," ujar Romahurmuziy, Selasa (13/11/2012), dalam siaran pers yang diterima wartawan.

Politisi yang akrab disapa Romy ini menilai keputusan MK harus bisa menjadi pemacu pemerintah untuk mempercepat renegosiasi kontrak-kontrak migas yang merugikan Indonesia. Hal terpenting yang perlu ditindaklanjuti adalah kepastian hukum untuk investor, karena investasi di sektor migas melibatkan dana miliaran dolar AS dengan tingkat pengembalian yang lama.

"Tanpa kepastian hukum, investor tidak akan mau berinvestasi. Tanpa investasi, tidak ada kegiatan pemboran dan pembangunan fasilitas yang menunjang produksi nasional yang sekarang terus turun. Dengan berkurangnya produksi minyak nasional, masyarakat kecil akan menjerit karena harga BBM akan melambung mengingat Indonesia sekarang adalah Nett Importer Oil," ucap Romy.

Ia melanjutkan, peran regulator sendiri baru dipegang oleh BP Migas pada tahun 2002, sedangkan sekarang tahun 2012 sudah berganti lagi. Ketidakstabilan kebijakan seperti ini berdampak negatif terhadap tingkat investasi migas. Untuk itu, pemerintah harus segera memutuskan sebuah sistem permanen yang menjamin kepastian investasi.

"Pemerintah harus segera mengambil alih tugas dan peran BP Migas, serta yang terpenting mengamankan seluruh aset negara akibat cost recovery yang setahap demi setahap sempat dialihkan kepada BPMigas dan membentuk sebuah sistem yang permanen," ucap Romy.

Diberitakan sebelumnya, majelis hakim konstitusi mengabulkan pengajuan Judicial Review UU Migas No 22/2001 hari ini. Keberadaan BPH Migas dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga harus dibubarkan. Untuk mengisi kekosongan hukum sementara ini kewenangan BPH Migas akan dijalankan oleh Pemerintah cq Menteri ESDM/BUMN.

MK menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.

Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan pertimbangan mengatakan, jika keberadaan BP Migas secara serta-merta dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan pada saat yang sama juga dinyatakan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat, pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang sedang berjalan menjadi terganggu atau terhambat karena kehilangan dasar hukum.

"Hal demikian dapat menyebabkan kekacauan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang tidak dikehendaki oleh UUD 1945. Oleh karena itu, Mahkamah harus mempertimbangkan perlunya kepastian hukum organ negara yang melaksanakan fungsi dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru," kata Hamdan.

Selengkapnya, ikut beritanya di topik pilihan: "BP MIGAS BUBAR?"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com